Banyak warga yang tidak paham tentang pemasangan batang tebu dirumah atau toko-toko, terutama dari kalangan generasi muda.
Menurut penuturan, Auw Jang Tjoe Boen/ Bratayana Ongkowijaya, SE, XDS, Ketua Bidang Organisasi dan Lintas Agama - DPP MATAKIN, Tebu dipergunakan masyarakat Tionghoa sebagai simbol keharmonisan, karena tanaman tebu bisa banyak memaknai dalam kehidupan manusia.
Seperti rasanya manisnya tebu, diharapkan dalam kehidupan dapat selalu manis seperti tebu. Hidupnya berumpun, menggambarkan agar manusia dapat rukun harmonis dalam keluarga maupun masyarakat. Batangnya beruas, menunjukkan bahwa kehidupan ada prosesnya setahap demi setahap. Dan tebu gampang hidup dan tahan cuaca (minim perawatan), menunjukkan bisa hidup mandiri serta tabah dalam dinamika hidup.
"Tebu (kam chia) dalam dialek Hokkian terdengar seperti terima kasih (kam Siah) dan itu menguntungkan. Sepasang tebu disandar di gerbang pintu masuk utama ke rumah, toko-toko atau kantor ketika merayakan Imlek.”
Tradisi pemasangan tebu di pintu masuk utama ke rumah, toko-toko dan kantor-kantor hanya dilakukan oleh warga Tionghoa yang beragama Khonghucu.
Selain itu, tahun baru Imlek dirayakan masyarakat keturunan Tionghoa diseluruh pelosok dunia, menurut penuturan Rohaniawan Khonghucu dari Matakin Provinsi Jambi, The Lien Teng, peredaran kalender setahun terdapat 365 hari, setiap hari masyarakat harus giat bekerja demi kelangsungan hidup, ada yang jadi petani, kuli pangkul/ bangunan, pejabat negara, peternak ikan/ ayam/ itik/ jadi nelayan, pegawai toko dan lain sebagainya, maka pada hari penghujung tahun disebut Long Lek Cui, di hari tersebut semua keluarga pada berkumpul serta makan-makan bersama keluarga untuk menyambut datangnya Long Lek Sing Nien “Tahun Baru Imlek”. (Romy)
Seperti rasanya manisnya tebu, diharapkan dalam kehidupan dapat selalu manis seperti tebu. Hidupnya berumpun, menggambarkan agar manusia dapat rukun harmonis dalam keluarga maupun masyarakat. Batangnya beruas, menunjukkan bahwa kehidupan ada prosesnya setahap demi setahap. Dan tebu gampang hidup dan tahan cuaca (minim perawatan), menunjukkan bisa hidup mandiri serta tabah dalam dinamika hidup.
"Tebu (kam chia) dalam dialek Hokkian terdengar seperti terima kasih (kam Siah) dan itu menguntungkan. Sepasang tebu disandar di gerbang pintu masuk utama ke rumah, toko-toko atau kantor ketika merayakan Imlek.”
Tradisi pemasangan tebu di pintu masuk utama ke rumah, toko-toko dan kantor-kantor hanya dilakukan oleh warga Tionghoa yang beragama Khonghucu.
Selain itu, tahun baru Imlek dirayakan masyarakat keturunan Tionghoa diseluruh pelosok dunia, menurut penuturan Rohaniawan Khonghucu dari Matakin Provinsi Jambi, The Lien Teng, peredaran kalender setahun terdapat 365 hari, setiap hari masyarakat harus giat bekerja demi kelangsungan hidup, ada yang jadi petani, kuli pangkul/ bangunan, pejabat negara, peternak ikan/ ayam/ itik/ jadi nelayan, pegawai toko dan lain sebagainya, maka pada hari penghujung tahun disebut Long Lek Cui, di hari tersebut semua keluarga pada berkumpul serta makan-makan bersama keluarga untuk menyambut datangnya Long Lek Sing Nien “Tahun Baru Imlek”. (Romy)