JAMBI – Setelah menjalani pelatihan Pabbajja Samanera (latihan menjadi Bhikkhu) dan Upasika Atthanggasila (melatih jalankan 5 sila Buddha).
Minggu pagi (28/6) ke delapan puluh tiga anak-anak peserta Pabbajja dan Upasika kembali menjalani ujian berjalan kaki sejauh lebih kurang 4 kilometer, mereka berjalan kaki tanpa mengunakan alas kaki bersamaan dengan para Bhikkhu/ Bhikkhuni.
Mereka menjalani salah satu tradisi yang disebut Pindapatta yang didahului oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni dengan cara berjalan kaki dengan kepala tertunduk sambil membawa Patta/ Patra (mangkok makanan) untuk menerima memperoleh dana makanan dari umat guna menunjang kehidupannya.
Mereka keluar dari Vihara dan berjalan menelusuri daerah Koni 4, terus memasuki kawasan Kelurahan Budiman, ke Jalan Orang Kayo Hitam dan kembali ke Vihara Sakyakirti.
Sepanjang jalan umat yang ingin berdana telah menyiapkan dananya yang akan diberikan kepada Sangha/ Kemudian dana berupa makanan nasi/ lauk pauk/ kue-kue/ buah-buahan dan lain-lain) dimasukkan kedalam patta para Bhikkhu/ Bhikkhuni/ Calon Samanera.
Makanan yang campur aduk itulah yang akan dimakan oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni/ calon Samanera setelah mereka kembali ke Vihara/ tanpa merasa jijik atau tidak suka pada makanan yang diberikan oleh umat, bagi seorang Bhikkhu/ Bhikkhuni Calon Samanera makanan itu hanyalah untuk kelangsungan hidup, bukan untuk kenikmatan.
Menurut penuturan Bhikkhu Girivirya, “pada umumnya usia peserta Pabbajja dan Upasika, antara 7 hingga 15 tahun, mereka mengikuti latihan layaknya seorang calon Samanera yang kehidupan sehari-hari dilakukan sendiri”, selanjutnya ujar Bhikkhu Girivirya, harapan kedepan, agar anak-anak yang telah selesai mengikuti pelatihan tersebut, bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghormati orang yang lebih tua/ orangtua, tidak menjadi anak yang manja dan angkuh serta menghargai pemberian orang lain.
Sedangkan menurut Yap Hua Jam, yang mana kedua putrinya mengikuti Pabbajja dan Upasika, mengatakan, “sengaja kita ikut sertakan putrinya yang bernama Violine Intan Puspita (9) dan Gita Eudora Tadisa (7), tujuan agar putri kami tersebut bisa belajar mandiri, yang mana selama ini kami selalu memanjakannya.” (Rom)
Minggu pagi (28/6) ke delapan puluh tiga anak-anak peserta Pabbajja dan Upasika kembali menjalani ujian berjalan kaki sejauh lebih kurang 4 kilometer, mereka berjalan kaki tanpa mengunakan alas kaki bersamaan dengan para Bhikkhu/ Bhikkhuni.
Mereka menjalani salah satu tradisi yang disebut Pindapatta yang didahului oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni dengan cara berjalan kaki dengan kepala tertunduk sambil membawa Patta/ Patra (mangkok makanan) untuk menerima memperoleh dana makanan dari umat guna menunjang kehidupannya.
Mereka keluar dari Vihara dan berjalan menelusuri daerah Koni 4, terus memasuki kawasan Kelurahan Budiman, ke Jalan Orang Kayo Hitam dan kembali ke Vihara Sakyakirti.
Sepanjang jalan umat yang ingin berdana telah menyiapkan dananya yang akan diberikan kepada Sangha/ Kemudian dana berupa makanan nasi/ lauk pauk/ kue-kue/ buah-buahan dan lain-lain) dimasukkan kedalam patta para Bhikkhu/ Bhikkhuni/ Calon Samanera.
Makanan yang campur aduk itulah yang akan dimakan oleh para Bhikkhu/ Bhikkhuni/ calon Samanera setelah mereka kembali ke Vihara/ tanpa merasa jijik atau tidak suka pada makanan yang diberikan oleh umat, bagi seorang Bhikkhu/ Bhikkhuni Calon Samanera makanan itu hanyalah untuk kelangsungan hidup, bukan untuk kenikmatan.
Menurut penuturan Bhikkhu Girivirya, “pada umumnya usia peserta Pabbajja dan Upasika, antara 7 hingga 15 tahun, mereka mengikuti latihan layaknya seorang calon Samanera yang kehidupan sehari-hari dilakukan sendiri”, selanjutnya ujar Bhikkhu Girivirya, harapan kedepan, agar anak-anak yang telah selesai mengikuti pelatihan tersebut, bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghormati orang yang lebih tua/ orangtua, tidak menjadi anak yang manja dan angkuh serta menghargai pemberian orang lain.
Sedangkan menurut Yap Hua Jam, yang mana kedua putrinya mengikuti Pabbajja dan Upasika, mengatakan, “sengaja kita ikut sertakan putrinya yang bernama Violine Intan Puspita (9) dan Gita Eudora Tadisa (7), tujuan agar putri kami tersebut bisa belajar mandiri, yang mana selama ini kami selalu memanjakannya.” (Rom)