Tampilkan postingan dengan label Confucius. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Confucius. Tampilkan semua postingan

Selasa, Oktober 17, 2017

Perempuan Tionghoa di Jambi Mengenang Confucius


JAMBI - SEBAGAI bentuk bakti, perempuan Tionghoa di Jambi yang menganut Khonghucu mengenang teladan dari Confucius, Sang Nabi.

Perempuan Khonghucu Indonesia (Perkhin) Jambi, mayoritas warga Tionghoa, mengadakan peringatan mengenang Confucius. Peringati kelahiran yang ke 2.500 tahun dari tokoh folosofi paling berpengaruh di Tiongkok.

Peringatan yang berlangsung pada 15 Oktober 2017 ini sehari sebelum tanggal kelahiran Sang Nabi dalam agama Konghucu.

Herwai, Ketua Perkhin Jambi, mengatakan perayaan atas kelahiran Confucius itu baru kali pertama dilakukan. Sehingga wajar, jika banyak kekurangan dalam peryaan salah satu manusia paling sakral dalam Konghucu.

Perayaan ini, sambungnya, juga untuk mengenalkan ajaran dari Confucius. Selalu mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. “Kami mengenang konsep ajaran Confusius. Mengajar tanpa diskriminasi, memperingati warisan beliau terhadap budaya Tionghoa,” tuturnya.

Dia menjelaskan, Confucius adalah lelaki yang terpuji, meninggalkan ajaran dan prinsip etika yang terkenal di seluruh dunia. Menekankan kepada pembersihan diri melalui Lima Kebaikan yaitu kebajikan, keadilan, kesopanan, kebijaksanaan dan kesetiaan.

Ia melihat, Confucius merupakan seorang guru yang tulus, juga terhadap diri sendiri. Ia pernah sukses sebagai gubernur di daerah Cheng-tu, dalam tiga bulan tiada pencurian ataupun tindak pidana lain.

Bahkan posisi Menteri Kehakiman merangkap Perdana Menteri Negeri Lu pernah dijabat. Tetapi semua itu ditinggalkan, penyebabnya sepela, kaisar lupa melakukan kewajiban sembahyang kepada Tuhan.

Kesadaran akan misi mengembangkan kebajikan tetap dipertahankan. Moral yang bajik itulah yang amat disenangi, tanpa gerutu kepada Tuhan. Sesal kepada sesama.

http://indochinatown.com/daerah/perempuan-tionghoa-di-jambi-mengenang-confucius/2847
* https://www.facebook.com/makinjambi

Peringatan Hari Kelahiran Confucius 2017 Di Jambi

JAMBI - Perempuan Khonghucu Indonesia (Perkhin) Provinsi Jambi, Minggu (15/10-2017) siang mengadakan upacara memperingati Hari Lahir Confucius jatuh pada tanggal 16 Oktober 2017. Confucius dilahirkan 2500 tahun dahulu, Confucius adalah satu daripada ahli falsafah Tiongkok yang paling berpengaruh. Lelaki yang terpuji ini meninggalkan ajaran dan prinsip etika yang terkenal di seluruh dunia yang menekankan kepada pembersihan diri melalui Lima Kebaikan iaitu kebajikan, keadilan, kesopanan, kebijaksanaan dan kesetiaan.

Perayaan ini adalah kali pertama yang dilakukan Perkhin Jambi, ujar Herwai selaku ketua Perkhin Jambi, “Ini adalah pertama kali kita adakan Peringatan Hari Lahir Confucius”, dan mungkin terdapat kekurangan-kekurangan yang mesti kita perbaiki tahun depan, kata Herwai.

Demi mengenang konsep pengajaran Konfusius yang mengajar tanpa diskriminasi, memperingati warisan beliau terhadap budaya Tionghua, seperti klenteng Confusius di Jambi dan kota lain sebagainya pada mengadakan upacara Peringatan Hari Kelahiran Confusius.

Confucius seorang guru yang tulus, juga terhadap diri sendiri. Ia pernah sukses sebagai gubernur daerah Cheng-tu, dalam tiga bulan tiada pencurian maupun tindak pidana lain pun di situ. Bahkan posisi Menteri Kehakiman Merangkap Perdana Menteri negeri Lu pernah dijabatnya! Tetapi semua itu ia tinggalkan, hanya disebabkan sang raja 'lupa' melakukan kewajiban sembahyang kepada Tuhan. Ia sangat menyadari akan misinya mengembangkan kebajikan. Moral yang bajik itulah yang amat disenanginya, tanpa gerutu kepada Tuhan, sesal kepada sesama, dijalaninya misi kebajikan itu sampai akhir hayatnya. (Romy)
* https://www.facebook.com/makinjambi

Kamis, Oktober 05, 2017

Melirik Perayaan Sejit Che Liong Kong Di MAKIN Leng Chun Keng Jambi

Melirik Perayaan Sejit “Sun Peng Sing He” yang lebih dikenal dengan nama sebutan Che Liong Kong” di Klenteng Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Leng Chun Keng Jambi yang terletak di Jalan Koni 1, Kelurahan Talangjauh, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, Rabu (4/10) pagi.

Sejit Che Liong Kong tepat pada Pwe Gwe Cap Go (lunar kalender) MAKIN Leng Chun Keng Kota Jambi, sekaligus mengadakan sembahyang Tiong Chiu/ Zhong Qiu Jie, 15 bulan 8 tahun 2568 Kongzili yang jatuh pada 4 Oktober 2017 Masehi. Saat bulan purnama bersinar nan cemerlang di pertengahan musim gugur/rontok (Mid Autumn) dan dilakukan sembahyang syukur kepada Sun Peng Sing He dengan sajian khusus Tiong Chiu Pia atau Kue Bulan.

Selain menyambut perayaan Sejit Che Liong Kong dan Kho Kun “sesajian khusus dipersembahkan kepada para jenderal pengawal dewa-dewi”.

Ritual sembahyang dipimpin langsung oleh Lim Ze Cheng taoshe yang di undang dari Tiongkok.

Sehari sebelumnya prosesi akbar perayaan Tiong Ciu Cui dilakukan, terlebih dahulu para pengurus klenteng MAKIN Leng Chun Keng melakukan sembahyang Tie Kong (Tuhan) di altar depan klenteng, adapun maksud sebahyang tersebut adalah meminta restu sekaligus pemberitahuan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Tien), bahwa umatnya di Jambi hendak merayakan Tiong Ciu Cui dengan menyembahyangi Tai Im Niu Niu (Dewi Bulan) dilanjutkan dengan pemotongan hewan qurban. (Romy)

Senin, Oktober 02, 2017

Berburu Kuliner di Bazar Di Klenteng Sai Che Tien Jambi

JAMBI, Ratusan warga tionghoa Kota Jambi, sejak pagi hingga malam hari membanjiri aula serba guna klenteng Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Sai Che Tien yang terletak di jalan Koni IV Rt, 01, Kelurahan Talangjauh, Kecamatan Jelutung, kota Jambi (1/10-2017), kehadiran warga untuk berburu aneka kuliner yang diselenggarakan oleh Perempuan Khonghucu Indonesia (PERKHIN) Provinsi Jambi. Acara kali pertama ini dilakukan oleh Perkhin Provinsi Jambi bukan saja etnis tionghoa yang hadir, namun banyak juga dihadiri oleh berbagai unsur masyarakat.

Matakin Jambi dan Kota menyambut positif acara tersebut, selain membantu para usaha makanan kecil dalam rumah tangga, juga mempererat tali silaturahmi antar warga. Konsumen cukup menukarkan kupon sama mekanan/ barang sesuai dengan nilai harga makanan/barang.

Festival kuliner ini diikuti oleh 40 peserta dari pelaku usaha makanan kecil (kue),
Pengurus Perkhin menerangkan, dalam festival kuliner ini para peserta menjajakan aneka makanan seperti, nasi goreng, nasi uduk, nasi cabe hijau, tekwan, pempek, sambal jengkol, gado-gado, pecel, laksan, makanan jepang, lonteng, aneka kue, buah-buahan, aneka minuman, kerajinan tangan dan komestik. Bagi pengunjung yang hoki akan mendapatkan undian doorprize dari panitia penyelenggara.

Menurut Ketua Perkhin Provinsi Jambi ibu Herwai, tujuan festival kuliner adalah sebagai upaya menunjang program pemerintah, karena kuliner merupakan salah program perempuan Khonghucu Jambi. “Melalui kegiatan bazar ini, harapan kami dapat menggali kreasi dan kreativitas masyarakat dalam mengembangkan kuliner di Jambi,” terangnya.

Hasil donasi festival kuliner, akan disumbangkan ke klenteng MAKIN Sai Che Tien untuk perayaan hari besar Nabi Kongze bulan nopember mendapat.

Sangat disayangi, acara bazar ini tidak didukung oleh sebagian besar Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) di Jambi.!!! (Romy)* https://www.facebook.com/makinjambi

Selasa, April 25, 2017

Perbedaan Vihara dan Kelenteng

Banyak yang salah kaprah, atau bahkan tidak mengetahui sama sekali bahwa 'vihara' dan 'kelenteng' itu berbeda. Ada yang menganggap 'kelenteng' adalah panggilan lain dari 'vihara', jelas semua itu adalah salah. Pada kesempatan kali ini, Anda akan mengenal lebih lanjut, apa sajakah perbedaan 'vihara' dan 'kelenteng'.

a. Vihara
* Adalah rumah ibadah umat Buddha
* Biasanya berarsitektur India/Thailand, ada pula yang berarsitektur Tiongkok
* Di dalam Vihara aliran Theravada, hanya ada rupang (patung) Buddha Gautama beserta 2 muridNya. Di dalam Vihara aliran Mahayana, terdapat 3 rupang, yaitu: Rupang Buddha Gautama, Rupang Bodhisattva Avalokiteshvara, Rupang Bodhisattva Ksitigharba/Bodhisattva lainnya.
* Tidak terdapat tempat untuk membakar kertas sembahyang.
* Upacara keagamaan biasanya dilakukan secara jemaat yang disebut Puja Bakti/Kebaktian, walaupun umat juga diberi kesempatan untuk beribadah secara individu. Setelah beribadah umat biasanya akan diberi dhammadesana (khotbah/ceramah).
* Sebuah tempat bisa dikatakan Vihara apabila: memiliki minimal 1 ruang dhammasala (ruang kebaktian), memiliki kuti (tempat tinggal bikkhu), perpustakaan, bahkan ruang khusus untuk khotbah. Vihara yang lebih kecil disebut Cetya yang hanya memiliki 1 ruang dhammasala (ruang kebaktian) tanpa memiliki dhammasala dan perpustakaan. Vihara yang lebih besar dan memiliki taman disebut Arama. Vihara bisa disebut Arama apabila: memilkiki minimal 1 ruang dhammasala, kuti, perpustakaan, ruang khotbah, dan yang paling penting taman.
* Vihara biasanya menggunakan nama berbahasa Pali atau Sanskerta. Contoh: Vihara Dharma Loka, Vihara Vimala Virya, Vihara Dhamma Metta Arama, Vihara Vipassana Graha, Cetya Tisaranagamana, dll.
b.
Kelenteng
* Adalah rumah ibadah umat Konghucu/Tao
* Biasanya berarsitektur Tiongkok
* Di dalam Kelenteng terdapat rupang para Dewa/Dewi yang dipuja oleh umat
* Terdapat tempat untuk membakar kertas sembahyang
* Umumnya upacara keagamaan dilakukan secara individu
* Biasanya juga sekaligus merupakan tempat perkumpulan/yayasan sosial, seperti Kelompok Pemain Barongsai, dll.
* Kelenteng biasanya diberi nama dalam bahasa Mandarin atau bahasa Indonesia. Contoh: Kelenteng Tua Pek Kong, Kelenteng Dewi Sakti, Kelenteng Surya Bakti, dll.
Tidak heran kekeliruan ini terjadi. Pada masa Orde Baru, pemerintah RI melarang segala jenis apapun kegiatan atau tempat yang berbau tradisi Tionghua. Sehingga Kelenteng yang merupakan salah satu tradisi Tionghua akhirnya terancam ditutup. Untuk mengatasi hal itu, sebagian Kelenteng dan umat Konghucu saat itu berlindung di bawah naungan agama Buddha, sehingga mengubah nama Kelenteng menjadi nama Vihara. Tidak hanya itu, umat Konghucu yang bernaung menjadi agama Buddha pun hanya menyandang gelar agama Buddha saja, tapi tetap melakukan tata cara ibadah agama Konghucu. Sebagian umat lain malah pindah ke agama lain seperti Katolik, Protestan, Islam, ataupun Hindu yang ketika itu merupakan agama resmi.

Sejak Orde Reformasi, atau lebih tepatnya masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, kebijakan yang melarang kegiatan atau tempat yang berbau tradisi Tionghua itu kemudian dihapuskan. Sejak saat itulah umat Konghucu lebih leluasa beribadah dan melakukan aktivitas keagamaan dan kebudayaan seperti tarian Barongsai, Imlek, dll. Dan sejak pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Imlek ditetapkan menjadi hari libur nasional. Banyak pula Kelenteng yang kembali mengganti nama seperti nama semula. Namun, adapula Kelenteng yang tetap mempertahankan nama Vihara yang sebetulnya hanyalah merupakan nama sementara.

Dan dulu, sebelum agama Konghucu diresmikan, orang awam juga keliru membedakan mana Kelenteng dan mana Vihara, karena menurut mereka, hampir semua orang Tionghua yang pergi ke Kelenteng atau Vihara, sehingga umat Buddha dan umat Konghucu pun dicap sebagai agama yang hanya dianut oleh etnis Tionghua. Padahal, hal ini salah. Di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, banyak pula warga asli Indonesia yang menganut agama Buddha.

Dampaknya tidak hanya sampai di situ, karena larangan pada Orde Baru, terjadilah penggabungan 3 tempat ibadah menjadi satu. Tempat ibadah itu disebut Vihara Tri Dharma (Tiga Ajaran: Buddha, Konghucu, Tao) Dan tempat ibadah ini hanya terdapat di Indonesia. Walaupun berdampak negatif yaitu timbulnya kekeliruan, tapi tempat ibadah ini juga berdampak positif yaitu mencerminkan kerukunan umat beragama di Indonesia.
Perbedaan Agama Buddha dan Konghucu

a. Agama Buddha
Penyebar Ajaran             : Sidharta Gautama Buddha
Asal Ajaran                    : India
Kitab Suci                      : Tipitaka (Theravada, bahasa Pali) atau Tripitaka (Mahayana, bahasa Sansekerta)
Rumah Ibadah                : Vihara
Bahasa Asli                    : Bahasa Pali atau bahasa Sansekerta
Pemimpin Agama           : Bikkhu (Theravada), Biksu (Mahayana), Bikkhuni (Bikhhu Wanita)
Salam Keagamaan          : Namo Buddhaya; Namaste

Padanan kata yang sering digunakan untuk merujuk "Tuhan" adalah Sanghyang Adi-Buddha Tuhan Yang Maha Esa (lebih sering digunakan oleh Buddhayana/Ekayana). Aliran Theravada lebih sering menggunakan padanan kata Sang Tiratana.
b. Agama Konghucu
Penyebar Ajaran          : Nabi Konfusius
Asal Ajaran                  : Tiongkok
Kitab Suci                    : Sishu, Wujing, Xiao Jing
Rumah Ibadah             : Kelenteng / Lintang
Bahasa Asli                  : Bahasa Mandarin (bahasa Tiongkok)
Pemimpin Agama         : Pendeta Konghucu
Salam Keagamaan        : Wei De Dong Tian

Padanan kata yang sering digunakan untuk merujuk "Tuhan" adalah Tian/Thian Tuhan Yang Maha Esa.

http://wirawanperdana.blogspot.com/2013/06/perbedaan-vihara-dan-kelenteng.html#comment-form

Minggu, April 09, 2017

Bagi-Bagi Buku Di Zi Gui Di Klenteng MAKIN Sai Che Tien Jambi


JAMBI - Agama Khonghucu telah diakui oleh Pemerintah Indonesia, sejak Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi orang nomor satu, dan ia mencabut PP Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang kegiatan warga Tionghoa. Namun, hingga kini banyak hak-hak sipil warga Khonghucu yang terabaikan. Salah satunya adalah hak pendidikan Agama Khonghucu bagi siswa-siswi beragama Khonghucu [Lihat Album: Sekolah Minggu Khonghucu Jambi].

Hak pendidikan Agama Khonghucu sebenarnya tertuang di dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003. Di situ disebutkan, peserta didik  wajib mendapatkan pelajaran agama dari guru yang seagama. Karena itulah, sekolah wajib menyedikan guru yang seagama.
Diharapkan sekolah-sekolah di Jambipun bisa menerima dan mengakomodasi amanat undang-undang tersebut, ini merupakan hak pendidikan bagi warga Khonghucu Jambi. Harap Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (matakin) Provinsi Jambi Darman Wijaya dan Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (matakin) Koya Jambi Darmadi Tekun, di sela-sela penyerahan buku Di Zi Gui (9/4-2017).

Tambah Darman Wijaya, pentingnya mendidik anak ilmu keagamaan sedini mungkin, karena anak adalah titipan dari Tuhan YME kepada kita. Ini merupakan amanah yang harus dididik dengan sebaik-baiknya. Pendidikan anak harus dimulai sedini mungkin, maka sebagai orangtua harus berperan penting dalam proses pendidikan anak, karena keberhasilan dalam mendidik anak ditentukan dengan bagaimana orangtua memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada anak tersebut. Orangtua perlu mengajarkan pendidikan, memberikan bekal baik di dunia maupun di akhirat, agar kelak mereka menjadi orang yang sukses di masa mendatang.

Kita sebagai orangtua, harus membentuk serta membiasakan anak untuk selalu menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa, serta menjauhi larangannya, agar keluarga terhindar dari siksaan dikemudian hari. Sebagai orangtua kita harus selalu memelihara anak kita agar terhindar dari segala perbuatan yang dilarang oleh agama (Romy). * https://www.facebook.com/makinjambi

Rabu, Juli 08, 2015

勿里洞孔教妇女协会与布安基金会

Ibu Shinta Nuriyah memberikan tausiah
Perempuan Khonghucu Indonesia foto bersama Ibu Shinta Nuriyah
Suasana Buka Puasa Di Kelenteng Hok Tek Che Belitung
Kata sambutan dari Bupati Belitung Timur Basuri Tjahaja Purnama
 同瓦希德夫人共同开斋

【本报讯】7月3日上午,印尼孔教妇女协会与布安(PuanAmalHayati)基金会同前总统瓦希德夫人辛达女士在勿里洞县丹绒邦丹巴杀伊淦区达鲁萨冷大清真寺一起举行黎明开斋。下午他们也与约有数百人来自ojek租骑载摩托车者和孤儿们等在勿里洞丹绒班丹福德祠孔教庙堂共同开斋。
  开斋前也举行膜拜。出席者有勿里洞丹绒班丹警官Candra Sukma Kumara、Danlanud Tanjungpandan、 Anang HeruSetyono, 勿里洞县区议会副议 Budi Prastiyo,东勿里洞区议会副议长,东勿里洞孔教协会主席钟湘和勿里洞县宗教和谐论坛 Faisal Madani主席及东勿里洞县长钟万学。
  当天也向该区的20 多位孤儿及寡妇分发红包,让他们能过一个快乐的开斋佳节。 Hk/Romy

http://www.guojiribao.com/shtml/gjrb/20150708/227529.shtml

Jumat, Februari 13, 2015

Pernak-pernik Imlek Laris Manis

JAMBI, ayojambi.com – Sejak ditetapkannya Tahun Baru Imlek sebagai salah satu hari libur nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Kepres No.19/2002 tertanggal 9 April 2002, maka setiap tiba datangnya Tahun Baru Imlek kita mulai merasakan suasana yang berbeda dan melihat berbagai macam pernak-pernik atau hiasan khas Imlek yang dijual khususnya di daerah perkotaan, orang juga mulai sibuk melakukan berbagai macam persiapan baik dalam lingkungan keluarga, di pusat-pusat perbelanjaan maupun di berbagai tempat ibadah Khonghucu.
Namun hal tersebut tidak terlepas dari latar belakang sejarah asal muasal Tahun Baru Imlek itu sendiri yang berkaitan erat dengan sistim penanggalan Imlek/ Yinli/ Khongculek/ Kongzili. Misalnya penetapan tahun pertama dari Tahun Baru Imlek adalah dihitung sejak tahun pertama kelahiran Nabi Kongzi (baca Kungtze) yakni tahun 551 Sebelum masehi. Bagi mereka yang beragama Khonghucu (Rujiao), merayakan Tahun Baru Imlek bukan hanya sekedar untuk merayakan tradisi untuk menyambut datangnya musim semi saja, melainkan mengandung suatu makna religius yang sangat mendalam.

Momentum perayaan tahun baru Imlek 2015, Toko ABT [Lihat Gambar: Pernak-pernik Imlek Laris Manis] yang beralamat di Jalan HMO Bafadha, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, kota Jambi, pernak-pernik Imlek mulai diserbu oleh pembeli yang mayoritas warga Tionghoa. Pedagang segala asesoris imlek, seperti kertas sembahyang, lilin, gaharu, lampion, kue keranjang dan patung-patung dewa-dewi, amplop angpau dan hiasan gantungan khas Imlek seperti kaligafi.

Penjualsn pernik imlek tahun ini. Lebih meriah dari tahun sebelumnya, lantaran warga Tionghoa mempercayai bila rumah mereka dihiasi aneka pernak pernik akan memberikan kesejukan dalam rumah tangga dan mendatangan rejeki.

Untuk aksesori Imlek, dijual dengan harga bervariasi, mulai dari yang harga kisaran Rp. 35.000 hingga yang ratusan ribu, itu tergantung dari ukuran, yang paling banyak pembeli adalah ukuran sedang, buat lampu lampion ukuran kecil, dijual sepasang Rp 77.000, ujar Aguan, pedagang asesoris terlengkap di kota Jambi. Selain menjual asesoris Imlek, Aguan juga menjual beragam kelengkapan dan kebutuhan sembahyang dan aneka patung dewa-dewi. (Romy)
* www.ayojambi.com/

Sejarah Imlek-Khonghucu

Ditulis oleh Kristan; Penulis adalah Ketua Umum Generasi Muda Khonghucu Indonesia(GEMAKU)
Tahun Baru Imlek bagi penganut Khonghucu merupakan hari raya keagamaan yang sangat penting, sakral dan bermakna. Karena jika ditinjau dari aspek sejarah, Imlek distandarisasi pertama kali pada zaman Dinasti Han (202 SM-220).
Berdasarkan perhitungan kelahiran Khonghucu 551 SM, hal ini bisa dilihat dari tahun Imlek yang jatuh pada saat ini adalah yang ke 2566 hitungan itu diambil dari 2015+551 = 2566. Sedangkan jika ditinjau dari aspek sosial kemasyarakatan makna Imlek adalah semangat bersyukur kepada Tuhan, semangat memperbaharui diri, kekeluargaan serta kebersamaan.

Klaim Imlek sebagai Tahun Baru orang Tionghoa adalah kenyataan yang tidak bisa dibantah, sebab begitulah kenyataannya. Hal ini juga berlaku bagi hari raya Cheng Beng, Pek Chun, Cap Go Meh dsb (yang jelas-jelas hari raya tersebut merupakan hari raya agama Khonghucu).

Namun menurut para ahli, kenyataan itu terinspirasi dari yang dikatakan William McNaughton, “Hal-hal yang diajarkan Khonghucu adalah peradaban yang berabad lamanya dipegang dengan sangat teguh oleh bangsa Tionghoa. Karena itu tak berlebihan jika dikatakan Tiongkok adalah Khonghucu. Begitu juga halnya, Khonghucu adalah Tiongkok (Paul Strathen, Confucius In 90 Minutes)”.

Tokoh Melayu
Seorang tokoh Melayu Tionghoa (Kwee Tek Hoay) menyatakan semua orang Tionghoa adalah Khonghucu, sebab sebelum Tiongkok menjadi Republik, agama Khonghucu/Konfusianisme merupakan sistem moralitas, kehidupan sosial-politik, dan religi seluruh masyarakat Tiongkok. Sehingga pengaruh Konfusianisme sangat mengakar dalam kehidupan orang Tionghoa sampai abad 21 ini.

Beberapa ahli Barat menyimpulkan Konfusianisme merupakan “state religion” bagi kerajaan Tiongkok kuno. Diakui atau tidak, Konfusianisme sangat mempengaruhi prilaku dan berpikir orang Jepang, Korea, Vietnam dsb. Korea di bawah Dinasti Chosun memproklamirkan sebagai “Negara Khonghucu”

Di Indonesia ada catatan tidak resmi yang menyatakan bahwa dahulu hampir semua orang Tionghoa di Indonesia adalah Khonghucu, hal ini diperkuat dengan adanya PerPres No 1/1965, Khonghucu diakui sebagai salah satu agama besar yang berperan pada sejarah perkembangan Indonesia sehingga mendapatkan perlakuan yang sama dengan agama yang lainnya.

Sebelum keluarnya Inpres No 14 Tahun 1967 yang diskriminatif itu, diterima atau tidak karena dikriminasi sosial dan birokrasi oleh Inpres itu menyebabkan banyak penganut Khonghucu yang eksodus. Mengutip Qurtuby dalam bukunya Arus Cina Islam Jawa “bahwa sejarah harus diungkap secara jujur, fairness dan terbuka meskipun terkadang pahit untuk dirasakan”.

Di Indonesia, Imlek secara nasional pertama kali diprakarsai oleh MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) dan diklaim sebagai hari raya agama Khonghucu. Karena memang Indonesia tidak pernah mengenal hari raya suatu golongan etnis tertentu.

Penetapan Imlek sebagai hari raya karena ada pengakuan Khonghucu sebagai satu agama yang diakui di Indonesia (sesuai sikap PBB terhadap agama Khonghucu/Confucianism) dan sejarah membuktikan diantara organisasi Tionghoa yang lain perlu diakui,  MATAKIN-lah pionir (dengan bantuan Gus Dur dan beberapa tokoh agama lain) sejak dahulu konsisten memperjuangkan persamaan hak-hak etnis Tionghoa dan agama Khonghucu pada khususnya walau dalam kukungan dan intimidasi rezim Orde Baru yang sangat diskriminatif itu.

Sekadar flash back ketika zaman Orde Baru Imlek dianggap sebagai suatu hal tabu dan menyesatkan yang harus dieliminasi keberadaanya. Sebagai contoh ketika Surjadi Sudirdja menjadi Gubernur Jakarta dikatakan bahwa Imlek dilarang dirayakan, Imlek hanya boleh dirayakan di rumah-rumah saja secara tertutup, hal ini diperkuat Direktur Urusan Agama Budha Depag Drs Budi Setyawan yang didasari oleh surat dari Dirjen Bimas Hindhu dan Budha Depag No H/BA.00/29/1/1993, di pelbagai surat kabar menyatakan larangan merayakan Imlek di Vihara dan Cetya.

Walubi melalui Dewan Pimpinan Pusatnya ikut mengeluarkan edaran No 07/DPP-WALUBI/KU/93, 11/01/93 menyatakan Imlek bukan hari raya Budha, sehingga Vihara Mahayana tidak boleh merayakan tahun baru Imlek dengan menggotong Toapekong, Barongsai dll. Pada masa itu bisa dikatakan semua fenomena yang mengidap culture shock itu berbondong-bondong menyerang Imlek.

Bahkan semua orang Tionghoa yang bukan beragama Khonghucu seolah memusuhi dan mejauhi Imlek. Namun dalam era reformasi kenyataan menyakitkan itu menjadi berbalik arah. Sekarang semua orang Tionghoa Indonesia mengklaim bahwa Imlek adalah sebagai hari raya tahun barunya.

Sumbangsih Nyata
Imlek kini adalah suatu perayaan besar milik dunia. Berdasar fakta ilmiah, Imlek lahir dan distandarisasi dinasti Han untuk menghargai jasa yang diberikan Khong Hu Cu pada masyarakat. Maka dari itu para sinolog barat menyebut Imlek dengan Anno Confuciani/AC (dihitung berdasarkan tahun kelahiran Khong Hu Cu) seperti halnya Anno Domini/AD (in the year of our lord)

Apapun itu, hendaknya tidak perlu dimasalahkan, atas nama kejujuran dan sportivitas perlu dicatat oleh sejarah secara benar dan konsekuen. Sebaiknya etnis Tionghoa Indonesia yang kini  mendapat hak-haknya dengan lebih baik perlu memberikan sumbangsih yang nyata bagi Indonesia tercinta.

Sebab sebagai orang Indonesia (menurut UU Kewarganegaraan yang baru), kini waktunya seluruh komponen bangsa bangkit bersama bersatu mengikis segala krisis yang kita alami di negeri ini, tanpa melihat asal-usul, golongan akan tetapi dengan melihat fenomena sebagai anak bangsa yang sedang mengalami kesusahan bersama sebagai saudara sebangsa dan se Tanah Air.

Karena demografi dan landscape politik sekarang ini sangatlah berbeda. Konsep kebangsaan lama yang terlalu menekankan homogenitas diatas keragaman tidak mengikuti irama zaman. Kebudayaan yang kita hadapi bukan cuma nasional tetapi juga multinasional. Konfigurasi kebudayaan Indonesia semakin mendekati konfigurasi kebudayaan dunia.

Indonesia menghadapi kenyataan makin berkembangnya kebudayaan Amerika, Eropa, Arab, Tiongkok, Jepang, Korea, India dsb. Keanekaan tak hanya antar suku bangsa, tetapi dengan kebudayaan bangsa lain. Jadi konsep kebangsaan zaman kini mungkin haruslah menjadi suatu konsep yang terbuka dan semakin menuju pada semangat internasionalisme yang merujuk pada perdamaian dunia

sebab seperti apa yang dikatakan Khong Hu Cu bahwa “Semua Manusia Adalah Bersaudara”. Karena Tuhan tidak pernah membedakan manusia, tidak ada seorangpun yang diistimewakan dan tidak ada suatu kaum yang ditinggikan diatas yang lainnya.

Dan bukankah Bung Karno pernah menegaskan bahwa Bhineka Tunggal Ika janganlah dilihat secara statis, melainkan harus diartikan secara dinamis. Kata beliau : Bhineka = das Sein yakni keadaan/ realitas yang ada, tetapi Tunggal Ika = das Sollen yakni tujuan yang kita cita-citakan bersama. Dan kita sedang berada di “das Sein” menuju “das Sollen” atau dalam rangka menuju nation building dari “persukuan” kita menuju “ke-Indonesia-an (wawasan kebangsaan) dan mungkin nanti menuju pada perdamaian dunia.

Harkat dan martabat seseorang berpulang pada diri masing-masing, tiap orang berpotensi selamat, karena setiap individu dianugerahi fitrah oleh Tuhan. Maka dari itu siapapun dapat menjadi orang yang bijak/ soleh/ al-ihsan/ tzun tze.

Bukan karena keanggotaan seseorang terhadap suatu institusi tetapi yang penting adalah pengalaman kualitas kemanusiaanya. Bukan pula banyak sedikitnya pengetahuan agama seseorang yang penting, melainkan ketulusan hati dan kesetiaanya kepada hal yang benar.

Semoga semangat Imlek dapat membawa kita menjadi individu yang baru dan senantiasa berbudi luhur sehingga dapat berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Shin Chun Khiong Hi. Shi Nian Khuai Le. Happy Anno Confuciani 2558

(Oleh Kristan; Penulis adalah Ketua Umum Generasi Muda Khonghucu Indonesia(GEMAKU) dan Kordinator Jaringan Tionghoa Muda Indonesia (JTM); http://15meh.blogspot.com/2008/03/sejarah-imlek-dan-khonghucu-di.html)-FatchurR

http://alumnimaterdei.com/iptek-yang-perlu/10919.html

Kamis, Februari 12, 2015

Bersih-Bersih Kelenteng Menjelang Imlek 2566/ 2015

JAMBI, ayojambi.com - Perayaan Imlek tahun 2015 di Kelenteng Sai Che Tien, Jambi akan berlangsung khusuk dan meriah. Di kelenteng yang berusia seabad ini, para pengurus kelenteng larut dalam suka cita membersihkan kelenteng, membersihkan patung dewa (kim sin) serta memasang pernak-pernik Imlek seperti lampion untuk memeriahkan suasana Tahun Baru Imlek [Lihat Gambar: Bersih-Bersih Kelenteng Menjelang Imlek 2566/ 2015].
Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Kelenteng Sai Che Tien berada di kawasan perkampungan cina, tepatnya berada di Jalan Koni IV, Kelurahan Talang Jauh, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi. (12/2/2015).

Terlihat, para pengurus dan beberapa anak-anak sekitar kelenteng ikut sibuk membersihkan lantai kelenteng. Ada yang mencuci lantai, menyuci para sin beng (dewa) dengan air bersih dicampurkan arak putih, menghiasi langit-langit dengan lampion, ini adalah pemandangan umum saat beberapa hari menjelang Imlek. Tahun ini, Imlek akan jatuh pada tanggal 19 Februari mendatang, “Membersihkan para kim sin bukan dengan cara di siram dengan air lalu di sabuni, seperti yang dilakukan banyak orang.”

"Seminggu sebelum Imlek kita sudah bersih-bersih seperti ini. Semuanya harus bersih, termasuk benda-benda di dalamnya," kata Rohaniawan kelenteng, The Lien Teng.

Beberapa lampion pun terpasang di langit-langit. para sin beng/ dewa yang telah dicuci diantaranya, Hok Hie Tee Sien (Fu Xi), Lam Hai Kwan Im, Fu Te Chen Sen, Go Hu Tua Lang Kong, Sam Ong Hu Tua Lang Kong.
  
The Lien Teng menjelaskan, perayaan Imlek juga menjadi ajang untuk berkumpul keluarga. "Dari tahun ke tahun, Imlek di sini selalu dirayakan secara khusuk, walaupun sambil kita berdoa kepada Tuhan, agar tahun kambing rakyat diberikan rejeki yang berlimpah, negara aman sentosa, ujarnya.

Rupanya, Kelenteng Sai Che Tien salah satu kelenteng bersejarah di Jambi. Kelenteng ini sudah ada sejak seratus tahun lebih dengan dewa utama Nabi Purba (Fu Xi). Nabi Purba (Fu Xi) adalah dewa pertama yang diturunkan ke bumi oleh Tuhan (Tien) untuk membimbing manusia (dewa zaman pubakala yang masih premitif).

Suasana Imlek akan terasa kental di sini. Masyarakat sekitar juga ikut larut dalam perayaan Tahun Baru IMLEK ini. Rumah-rumah di sekitar akan dihiasi warna merah dan setiap orang penuh dengan sukacita.

"Suasana Imlek lebih terasa di sini, karena mayoritas masyarakat di sekitar sini merayakan Imlek," kata Aong, salah satu warga sekitar kelenteng.

Berbagai ornamen dipasang untuk mempercantik kelenteng, seperti  lampion, lilin dan lainnya. Semua sudut di dalam dan luar kelenteng juga dibersihkan dan dipercantik. Termasuk area sembahyang di bagian luar, altar hingga patung dewa dewi yang ada di kelenteng tersebut.

Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) Kota Jambi, Darmadi Tekun mengatakan, saat ini seluruh kelenteng kota Jambi telah mempersiapkan diri untuk menyambut Imlek 2015.

Menurutnya, secara umum kelenteng sudah siap menyambut para umat yang akan beribadah dan pihaknya sudah lakukan persiapan jauh-jauh hari. “Perayaam Imlek di Jambi biasanya dipusatkan di kelenteng Siu San Teng, yakni kelenteng Dewa Bumi (Hok Tek Chen Sen di kawasan kampung manggis),”bebernya.

Imlek, ucap Darmadi Tekun, merupakan hari besar bagi umat Khonghucu, dimana semua umat melakukan sembahyang. Meski tidak bersamaan, tapi semuanya akan datang ke kelenteng untuk beribadah dan berdoa. “Warga datang secara bertahap dan tidak sekaligus, tergantung waktu senggang masing-masing,” jelasnya.

Diungkapnya, perayaan Imlek akan dilanjut dengan perayaan Malam Cap Go Me yang diperingati pada hari ke-15 setelah Imlek di saat bulan purnama atau bertepatan dengan 5 Maret. ”Cap Go Me"  merupakan puncak  perayaan Imlek, untuk di Jambi seperti biasa dipusatkan di tiga Kelenteng MAKIN,”cetus Darmadi Tekun. 

Pihaknya saat ini sedang mempersiapkan segala sesuatunya karena diprediksi masyarakat yang akan datang mengikuti dan memeriahkan perayaan Cap Go Me lebih meriah dari tahun lalu. ”Diperkirakan pengunjungnya mencapai ribuan orang (Romy)
* www.ayojambi.com/

Jumat, Februari 06, 2015

Imlek Libur Nasional

Oleh Xs.Buanadjaja BS*
Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’. (Buanajaya BS)
    Kini Tahun Baru Imlek termasuk hari libur nasional di Indonesia. Seperti juga dengan tahun baru Masehi, tahun baru Hijriyah, maupun tahun baru Saka. Menyongsong tahun baru Imlek medio bulan Februari 2015 mendatang, ada baiknya kita menggali beberapa hal yang bersangkutan dengan hari libur nasional tersebut.  
    Tahun Baru Imlek tercatat tiap tanggal 1 bulan pertama (zhengyue chu yi - 正月初一) menurut kalender Imlek. Kalender Imlek dihitung berdasar peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar system), yang disesuaikan pula dengan perhitungan bumi mengelilingi matahari (solar system). Dengan begitu Tahun Baru Imlek disebut sebagai kalender sistem Luni Solar, Im Yang Lek (Yin Yang Li 阴阳历), yang disingkat menjadi Imlek (Yinli  阴历).

    Seperti juga Tahun Baru 1 Muharam dalam kalender Hijriyah berkaitan dengan ritual masyarakat Islam, Tahun Baru 1 Januari dalam kalender Masehi berkaitan dengan ritual masyarakat Kristen dan Katolik, Tahun Baru Nyepi menurut kalender Saka merupakan ritual masyarakat Hindu, demikian pula Tahun Baru Ciague Ce it (zhengyue chu yi) menurut kalender Imlek merupakan ritual masyarakat Khonghucu. Tahun baru Imlek tahun 2015 ini adalah yang ke 2566, dihitung semenjak kelahiran nabi besar Kongzi dilahirkan 551 tahun sebelum Masehi. Di Vietnam tahun baru Imlek dikenal sebagai ritual Tahun Baru Thet. Secara tradisi budaya Asia Kalender Imlek juga disebut Kalender Pertanian atau: Nongli  (农历).

Semenjak dinasti Han, Rujiao (儒教) yang juga dikenal sebagai agama Khonghucu (Kongjiao 孔教) ditetapkan kaisar Han Wudi sebagai sistem ritual dan pendidikan keagamaan kerajaan (guojiao 国教). Tahun Baru Imlek dihitung mulai tahun kelahiran nabi besar Khongcu (Zhisheng Kongzi至圣孔子, 551sM), maka disebut kalender nabi besar Kongzi: Kong li (孔历), atau Kongzi li (孔子历).
Tahun 2015 tepatnya 19 Februari merupakan Tahun Baru Imlek ke 2566 Kongzi li (tahun Masehi 2015 + 551). Di Negara Tiongkok sekarang masyarakat mengenal Tahun Masehi sebagai: Gong nian (公年) dan Tahun Imlek sebagai: Kong nian (孔年).

Tahun Baru Imlek Dan Presiden Soekarno
    Indonesia sudah punya peraturan presiden tentang hari hari raya keagamaan sejak satu tahun usia kemerdekaan Republik Indonesia, tahun 1946. Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno adalah pemimpin Indonesia pertama yang mengumumkan tahun baru Imlek sebagai hari libur (fakultatif). Dalam Peraturan Presiden tahun 1946 Presiden Soekarno mengumumkan hari hari raya keagamaan, sebagai berikut di bawah ini.

Untuk umat Islam ada 8 hari raya. Untuk komunitas Kristen Katolik ada 4 hari raya. Untuk masyarakat Khonghucu ada 4 hari raya, yaitu: Lahir Nabi Khong Hu Tju, Tahun Baru Imlek, Tsing Bing, Wafat Nabi Khong Hu Tju. Pemeluk agama Khonghucu di tanah air Indonesia mengenal keempat hari itu sebagai kewajiban ibadah.

Masyarakat Indonesia yang memeluk agama agama selain Khonghucu menganggap keempat hari raya itu bagian dari budaya tradisi kemasyarakatan Indonesia Tionghoa. Selama penjajahan, pemerintahan kolonial Belanda juga menyertakan keempat hari raya bagi masyarakat Tionghoa pemeluk Khonghucu. Pemerintah kolonial waktu itu menganggap orang Tionghoa  yang tidak menyatakan beragama lain, mereka dipandang sebagai pemeluk agama Khong Hu Tju (agama Khonghucu). Tahun Baru 1 Januari, seperti juga hari raya Chrismast, Paskah dan Kenaikan Yesus Christus dalam masa penjajahan dianggap hari raya orang Eropah dan bangsa lain yang disamakan statusnya dengan golongan Eropah.

Pada hakikatnya berbagai agama termasuk agama Khonghucu bersifat universal dan bukan hanya dipeluk suatu bangsa tertentu. Komunitas bangsa Tiongkok, Korea, Jepang, Vietnam, Malaysia, Singapura, Nusantara sudah berabad lamanya memiliki pemeluk agama Khonghucu sesuai perkembangan kesejarahannya. Tahun Baru Imlek juga sudah menjadi bagian budaya berbagai bangsa tersebut, termasuk bangsa Indonesia.

    Presiden Soekarno menempatkan pemeluk agama Khonghucu setara dengan pemeluk agama Islam dan agama agama yang dipeluk masyarakat Indonesia lainnya, termasuk  di dalam merayakan hari hari besar keagamaan mereka.

Presiden Abdurrahman Wahid Memulihkan Ritual dan Hari Raya Imlek
Kita mengenal adanya kewajiban ibadah dalam tuntunan agama Ru (Rujiao 儒教) sejak masa kehidupan guru agung Kongzi, meliputi ibadah kepada Tuhan Yang Mahaesa (Tian天) pada musim semi (chunjie 春节), musim panas (xiajie 夏节), musim rontok (qiujie 求节), musim dingin (dongjie 东节).
Ritual Tahun Baru Imlek termasuk kewajiban ibadah kepada Tian pada musim semi (chunjie春节). Di dalam Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu (TATLUA) dinamakan: ibadah King Thi Kong (Jing Tian Gong 敬天公), dilaksanakan di rumah keluarga Khonghucu maupun di Kelenteng Kelenteng (Miao 庙) tanggal 8 malam 9 Bulan Pertama (zhengyue chu ba 正月初八) satu minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek.

Ritual penutup Tahun Baru Imlek dilaksanakan masyarakat dua minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek. Ritual penutup Tahun Baru Imlek ini dikenal sebagai Capgomeh atau Siang Guan (Shang Yuan). Shang Yuan jatuh pada tanggal 15 Bulan Pertama Imlek (zhengyue shiwu 正月 十五) malam hari. Pada saat Capgomeh pemeluk agama Khonghucu melakukan ibadah syukur, juga dirayakan festival lampion.

Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tgl.17 Januari 2000 mengeluarkan Keppres no 6/tahun 2000 untuk mencabut Inpres no.14/tahun 1967 yang ditanda tangani oleh Pj.Presiden Jenderal Soeharto tentang Agama, Kepercayaan dan Adat istiadat Cina.

Berkat jasa Presiden Gus Dur, Capgomeh kembali diramaikan dengan seni budaya naga Liong dan Barongsai seperti sebelum dilarang selama 32 tahun pada era Orde Baru. Bahkan Presiden Gus Dur pulalah yang meminta kepada Sdr.Ws.Bingky Irawan Panitia Imlek dan Capgomeh Nasional tahun 2000 untuk sekaligus diadakan dua kali, Imlek Nasional di Jakarta dan Capgomeh Nasional di Surabaya.

Demikian kesaksian Ketua Umum MATAKIN tahun 2000 Sdr.Ws.Dr.Chandra Setyawan dan Sekjen.MATAKIN ketika itu Sdr.Ws.Budi Santoso T. dalam beberapa kesempatan. Presiden Gus Dur juga menetapkan Tahun Baru Imlek di Indonesia sebagai hari libur fakultatif, memulihkan apa yang pernah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tahun 1946.

Presiden Megawati Soekarnoputeri Menetapkan Tahun Baru Imlek Hari Libur

Kemudian pada Imlek Nasional yang diselenggarakan Panitia Imleknas Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia tahun 2002 Presiden V Megawati Soekarnoputeri, demikian pula mantan Presiden IV Abdurrahman Wahid hadir bersama di tengah tengah umat Khonghucu dan para pejabat dalam dan luar negeri.

Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’.
 
Ritual Tahun Baru Imlek
    Tahun Baru Imlek bertautan dengan Kelenteng atau Miao, musim semi atau Chunjie dan seni budaya  naga Liong, burung Hong, Kilin dan barongsai. Semua itu merupakan simbol simbol tradisi budaya dan ritual Imlek. Ritual Imlek berakar pada Kitab Catatan Kesusilaan, Liji (礼记) sebagai bagian dari Sishu dan Wujing (四书 五经).

    Ritual Tahun Baru Imlek dalam kitab Catatan Kesusilaan Liji IVA Yue Ling (Amanat Bulanan) diawali dengan upacara Li Chun. Tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pasal 1.10 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, tiba saat upacara Li Chun (tegaknya musim semi). Tiga hari sebelum upacara, Dashi (pencatat sejarah besar) memberi laporan dengan berkata, ’Pada hari ini adalah saat Li hun (4 Februari). Semarak kekuatan kebajikan ada pada unsur kayu.’ Tianzi (kaisar) segera bersiap dengan bersuci diri, pada hari Li Chun, Tianzi (kaisar) langsung memimpin San Gong (Tiga Pangeran), Jiu Qing (Sembilan Menteri Besar), para Zhu Hou (Rajamuda yang hadir di istana) dan para pembesar, menyambut musim semi di pinggiran kota Timur, dan menjamu para pangeran,  rajamuda dan pembesar itu setelah kembali ke istana.”

    Tahun ini tanggal 1 Bulan Pertama Imlek tahun 2566 Kongzili jatuh pada hari Kamis, tanggal 19 Februari 2015. Dalam masa kehidupan nabi besar Kongzi tahun baru jatuh pada sebelum musim dingin (Dongjie). Beliau menegaskan, agar dalam membangun sebuah pemerintahan yang baik, hendaknya mengikuti perhitungan kalender dinasti Xia.

Pada kalender dinasti Xia tahun baru jatuh pada awal musim semi (Chunjie). Hal ini memudahkan bagi seluruh rakyat di dalam menentukan awal musim tanam, karena mereka menggantungkan penghidupan sehari harinya dengan bercocok tanam. Oleh karena itulah kalender Imlek juga disebut sebagai: kalender pertanian, Nong li (农历).

    Tentang kewajiban sembahyang kehadirat Tuhan Yang Mahaesa bertalian saat ritual Imlek di musim semi (chunjie), tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.13 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, pada hari pertama (Yuan Ri), Tianzi (kaisar) melakukan doa kepada Shangdi (Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya) agar dikaruniakan tahun yang berlimpah.....”

Pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.14.dicatat kondisi alam semesta sebagai berikut: ”Pada bulan ini, hawa langit turun dan hawa bumi naik. Langit dan bumi harmoni dalam kebersamaan. Rumput dan pohon pohonan bergerak tumbuh.”

    Catatan Kesusilaan Liji di atas menentukan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya pada saat hari pertama (Yuan Ri) pada musim semi. Pada saat itu sistem keagamaan Ru, Rujiao adalah menempatkan kaisar sebagai Tianzi, yang secara harafiah berarti: Putera Tuhan. Kaisar sekaligus pemimpin rohani yang berkewajiban memimpin seluruh rakyat bersembahyang kepada sang Maha Pencipta.  

Nabi besar Kongzi kemudian bersama para murid beliau yang berjumlah 3000 orang mengajarkan kewajiban beribadah ini kepada segenap rakyat, sehingga agama Khonghucu bukan lagi agama istana (royal religion), melainkan sebagai agama seluruh masyarakat (public religion).

Carik carik dan pernak pernik Imlek
    Dalam tradisi budaya masyarakat Khonghucu dikenal kearifan rohani ’Jing Tian Zun Zu’ (敬天尊祖) ~ Sujud beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa, berdoa memuliakan leluhur. Keluarga Khonghucu pada hari raya yang satu ini melaksanakan ibadah syukur kehadirat Tuhan. Ritual sembahyang dipimpin oleh sang ayah dalam keluarga itu.

    Asap dupa harum semerbak memenuhi ruangan rumah tangga mereka saat Tahun Baru Imlek. Selain ibadah syukur kepada Tuhan (Tian), mereka juga saling maaf memaafkan dan melaksanakan ’paicia’ (bai nian 拜年) kepada sanak saudara dan kenalan dekat dengan mengucapkan ’kionghi’ (gongxi xinnian 恭禧新年).

Pernak pernik Imlek seperti lampion ’tenglong’ merah, kue kue dan buah buahan serta manisan khas Imlek, simbol simbol kaligrafi antara lain: Keberkahan ’Hok khi’ (Fuqi福气). Kerukunan dan keselamatan rumah tangga ’Hapkai Ping An’ (Hejia Bing An 合家平安). Tercapai Berjuta Cita Cita ’Ban su Ji yi’ (Wanshi Ruyi万事如意).

Masyarakat Tionghoa Indonesia masih melestarikan kewajiban mengunjungi orang orangtua mereka untuk menyampaikan selamat Tahun Baru Imlek dengan ucapan khas ’Selamat Tahun Baru Imlek’ (Xinnian Kuaile 新年快乐) sebagai bagian kearifan relijius dalam tradisi budaya (chuantong wenhua 传统文化) mereka. 

Xin Nian Kuaile dan Hongbao
    Selesai bersembahyang syukur kepada Tuhan, dan berdoa di altar leluhur keluarga, mereka mengunjungi kakek dan nenek. Anak, menantu dan cucu cucu bersujud ’paikui’ (guixia 跪下) memberi ucapan selamat Tahun Baru Imlek kepada beliau. 

    Orangtua memberi kepada anak anaknya bingkisan uang di dalam amplop berwarna merah sebagai tanda kasih dan membagikan kebahagiaan kepada mereka. Bingkisan merah itu dikenal dengan sebutan ’angpao’ (hongbao红包). Hongbao arti harafiahnya adalah bingkisan berwarna merah. Warna merah menjadi simbol kebahagiaan, keberkahan dan restu dari yang lebih tua kepada yang lebih muda, tetapi hanya untuk yang belum berkeluarga.

    Mereka kemudian makan bersama sama kakek nenek, ayah ibu, paman bibi sebagai sebuah keluarga besar. Orang Tionghoa Indonesia masih memegang teguh kekerabatan berdasarkan marga ’She’ (xingming姓名). Anak anak laki laki sepanjang hidupnya memegang teguh marga mereka, sebagai garis lurus marga ayah, kakek dan nenek moyangnya.

Anak perempuan juga mempunyai marga yang sama dengan ayah dan saudara laki laki mereka, namun sesudah mereka menikah, anak anak yang dilahirkannya mengikuti marga suami dan ayah mertuanya. Seorang anak perempuan bermarga Lim/Liem (lin 林), saat dewasa menikah dengan seorang suami bermarga Oei/Ui (huang 黄), putera puteri yang dilahirkan memakai marga suaminya itu.

Doa dan harapan
    Demikianlah carik carik dan pernak pernik yang berkaitan dengan ritual Tahun Baru Imlek. Simbol simbol spiritual Imlek mengandung doa dan harapan kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berdoa memuliakan orangtua dan para leluhur. Kewajiban rohani tersebut merupakan perwujudan ajaran keagamaan Khonghucu, khususnya agar setiap insan beriman meneladani putera puteri dan cucu cicit mereka menjadi insan yang patuh berbakti ’U Hau’ (you xiao 有孝), menjadi anak anak yang saleh menjalankan kebajikan.

    Zaman boleh berubah, budaya dan tradisi berkembang sesuai tempat dan waktu. Ritual Imlek berlandas ajaran kitab Sishu dan Wujing, maka hakikat Imlek adalah budaya rohani yang berakar pada ibadah Khonghucu.

Sebagai bagian dari tradisi budaya umat manusia, sebagaimana juga Tahun Masehi sudah menjadi milik dunia. Tahun Imlek juga sudah menyumbangsihkan nilai universal yang menembus batasan batasan bangsa dan budaya kelompok tertentu. Ritual Imlek tetap tidak mungkin kehilangan nilai filosofis dan moral spiritualnya, dalam hal ini Confucian religious system di dalam Rujiao Jingshu, Sishu Wujing, kitab suci agama Khonghucu.        
 
* penulis adalah budayawan Kelenteng dan korps Xueshi Indonesia (2004-2015).
(Romy)

Imlek Sebagai Cermin Ritual Khonghucu

DR.Ws.Ongky SK
Hari Raya Tahun Baru ‘Imlek’ 2566 Kongzili yang jatuh pada tanggal 19-2-2015, dilambangkan dengan tahun kambing dihitung dari kelahiran Nabi Khongzi (Nabi Khongcu) yakni 551 Sm + 2015 M = 2566. Sistem penanggalan ini memang ada jauh sebelum Nabi Kongzi lahir, yaitu sejak era Huang Di, yang dikenal dengan penanggalan petani (Nong Li). Dalam perkembangannya, penetapan tahun baru penanggalan ini mengalami perubahan dari zaman ke zaman sesuai dengan pemerintahan yang berkuasa. Baru pada dinasti Han (205-220 M) ketika agama Khonghucu menjadi agama resmi Negara, sistem penanggalan kembali memakai penanggalan dinasti Xia (Xia Li) atau Khongculik/ Kongzili. Dahulu pernah tahun baru dijatuhkan pada Hari Raya Tangcik (22 desember), akan tetapi oleh Nabi Kongzi (Khongcu) disabdakan untuk kembali ke penanggalan dinasti Xia yaitu saat tanggal 1 bulan 1. Sebagai penghormatan kepada Nabi Kongzi/ Khongcu maka tahun kelahiran Beliau yaitu 551 SM dijadikan sebagai awal penanggalan ini. Oleh karena itulah Tahun Baru ‘Imlek’ merupakan Hari Raya umat Khonghucu yang diawali dengan sembahyang kepada Tian (Tuhan YME) sebagai rasa syukur dalam perjalanan hidup setahun atas berkat dan rahmat Tian kepada umat manusia yang kemudian di akhiri dengan sembahyang Cap Go Meh di tanggal kelimabelas (pada saat bulan purnama) yang jatuh pada tanggal 15 bulan 1, sebagai awal musim tanam.
Istilah Imlek itu sendiri sebenarnya “kesalah-kaprahan” dimana sebenarnya penanggalan ini disebut Khongculik/Kongzili atau Imyanglik dimana pengambilannya disesuaikan perputaran bulan terhadap bumi, dan bumi-bulan terhadap matahari. Sebagai bukti, penanggalan ini sesuai dengan naik turun pasang air laut. Sedangkan terhadap matahari , penanggalan sesuai dengan pengaturan empat musim. Oleh karena itu sebenarnya pengucapan penanggalan Khongculik disebut ‘imlek’ merupakan kesalah-kaprahan. Namun demikian hal pengucapan ini tidaklah perlu dipersoalkan lagi karena ini sudah menjadi istilah umum, yang penting kita tahu yang sebenarnya.

Akhir-akhir ini mulai banyak terlihat orang-orang yang selama 35 tahun ini sudah bukan umat Khonghucu lagi tetap merayakan ‘Imlek’ bersama keluarga mereka sehingga ada kecenderungan menganggap ‘Imlek’ bukan saja dimiliki oleh umat Khonghucu, melainkan oleh warga keturunan Tionghoa pada umumnya. Fenomena ini menjadi bertambah menarik ketika bermunculan acara ritual Imlek diluar agama Khonghucu sehingga makin menggiring Hari Raya Imlek sebagai hari besar yang masuk kedalam ranah budaya ketimbang sebagai hari besar keagamaan. 

Secara Universal memang Tahun baru ‘Imlek’ dirayakan di seluruh dunia khususnya China, Hongkong, Taiwan, Singapura, Vietnam, Korea dll, bahkan di Indonesia tahun baru Imlek menjadi Hari Libur Nasional (2003). Dalam hal ini Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) telah mengadakan perayaan ‘Imlek’ Nasional yang dihadiri oleh Presiden secara berturut-turut sejak 16 tahun yang lalu.

Tahun baru ‘Imlek’ mengandung makna “perubahan”, manusia hendaknya merubah kehidupannya kearah lebih baik dengan membina diri, mengoreksi diri kekurangan hidupnya selama setahun (yang lalu) dan kemudian menyongsong masa depan yang lebih baik. Di Tahun baru ‘Imlek’ ini merupakan sarana berkumpul keluarga untuk mempererat persaudaraan dan saling memohon maaf. Bagi yang muda pai ( hormat) kepada yang tua. Khususnya anak anak harus sujud kepada orang tuanya sebagai bentuk bakti kepada orang tua. ‘Imlek’ juga mengandung makna bersatunya keluarga dimana pada saat ‘Imlek’ adalah saat-saat tepat bagi kumpulnya keluarga yang dalam kehidupan sehari hari sibuk dan jarang berjumpa. Makna ini bisa kita lihat dari tradisi mudik terbesar bagi orang- orang Tionghoa ketika ‘Imlek’. ‘Imlek’ juga mengandung makna sebagai bentuk berbagi kebahagiaan dimana Ajaran Agama Khonghucu menganjurkan untuk memberi dari pada diberi, menganjurkan bahwa hidup ini harus bermanfaat bagi orang lain. Bentuk-bentuk ini bisa kita lihat dari tradisi angpau sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia harus memberikan sebagian rejekinya kepada orang yang dijumpainya.  Yang lebih penting lagi ‘Imlek’ akan mendorong spirit dalam beribadah, bekerja lebih keras lagi. Semua orang di awal tahun tahun harus memiliki semangat baru dalam bekerja dan mengisi kehidupan secara positif. Manusia wajib juga bercermin diri apakah tindakan dan perbuatan tahun lalu sudah benar?

Dalam kitab Ajaran Besar Bab II: 1 disebutkan “Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharui terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama lamanya”. Lebih penting lagi bahwa dalam ‘Imlek’ diawali dengan kegiatan sembahyang kepada Tian dan di akhir perayaan ‘Imlek’ juga ditutup dengan sembahyang kepada Tian (Tuhan YME). Hal inilah menunjukan bahwa ‘Imlek’ mengandung makna ritual yang sangat mendalam. Seperti yang  disabdakan Nabi Kongzi bahwa kita harus memuliakan orang-orang besar, Para Nabi dan Tian    (Tuhan YME) sebagai bagian dari penyempurnaan kehidupan kita di dunia. Dengan perayaan ‘Imlek’ kita harus lebih meningkatkan iman dan sujud kepada Tian. Semoga melalui ‘Imlek’ 2566 ini, kita menjadi manusia yang bermental baru menyongsong Indonesia maju. Semua itu bisa terwujud bila kita mau bertindak dan bekerja keras dengan kemauan yang membara seperti yang disabdakan Nabi Khongzi kita tidak boleh membatasi diri kita, asal ada kemauan pasti akan berhasil. 

Sumber: DR.Ws.Ongky SK (Romy)
* www.ayojambi.com/

Kongzi Li - Penanggalan Khonghucu

孔 子 曆
Kongzi Li - Penanggalan Khonghucu
System penanggalan lazimnya terkait dengan suatu kepercayaan/ keyakinan (agama), karena memang penanggalan diadakan untuk memberikan pegangan bagi umat (beragama), utamanya dalam melakukan ritual/persembahyangan (ibadah) seperti yang dituntunkan dalam kitab sucinya sebagai panggilan iman.
Ada tiga system penanggalan yang dikenal, yakni; yang pertama adalah Lunar (bulan) system (penanggalan Hijriah, satu tahunnya 354 hari), yang kedua Solar (matahari) sytem, (penanggalan Masehi, satu tahunnya 365 ¼ hari). Selisih inilah yang menyebabkan hari raya Idul Fitri setiap tahunnya maju 11 hari dibandingkan penanggalan Masehi. Yang ketiga Luni-solar system, merupakan gabungan dari kedua system di atas (penanggalan Pertanian, 農 曆 - Nong Li; yang kemudian hari dikenal sebagai penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li). Dimana selisih hari dari kedua system itu dikonversikan dengan apa yang disebut bulan kabisat (閏 月 - Run Yue) dengan perhitungan setiap (siklus) 19 tahun dilakukan penyesuaian (disisipkan bulan kabisat) sebanyak 7 kali. (19 X 11 = 209 equivalent dengan 7 bulan). Dengan demikian, hari raya Tahun Baru penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li, setiap tahunnya jatuh pada kisaran 20 Januari - 19 Pebruari. (karena perhitungan tertentu dengan adanya bulan kabisat sebanyak 7 kali dalam 19 tahun).

帝 曰 : 咨 ,汝 羲 暨 和 !
朞 三 百 有 六 旬 有 六 日 ,以 閏 月 ,定 四 時 成 歲 。
允 釐 百 工 ,庶 績 咸 熙 。


Baginda (Yao) bersabda, “O ! kamu, Xi dan He, camkan, setahun itu ada 366 hari”;
Dengan mengingat adanya bulan kabisat, tetapkanlah ke empat musim dalam setahun.
Aturlah beratus pekerja itu sehingga semua pekerjaan sepanjang tahun terselenggara baik.

(唐 書 - 堯 典 ;  Tang Shu - Yao Dian)

Penyebutan penanggalan Yinli/Imlek (陰 曆) untuk penanggalan Khonghucu, sebenarnya salah kaprah. Karena Yinli/Imlek (陰 曆) menunjuk pada Lunar system sedang untuk Solar system disebut Yangli/Yanglek (陽 曆), maka untuk penyebutan penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li yang merupakan gabungan dari lunar system dengan Solar system (Luni-solar system) seharusnya Yinyangli/Imyanglek (陰 陽 曆).

Kenapa disebut penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li?
System penanggalan ini mempunyai sejarah yang panjang dan unik, sejak pertama kali dibuat (era黃 帝 - Huang Di; 2698 s.M - 2598 s.M), penentuan Tahun Baru nya mengalami perubahan dari satu dinasti ke dinasti yang lain.

Nabi Khongcu (孔 子 ; 551 s.M - 479 s.M) yang hidup pada zaman 春 秋 - Chun Qiu akhir era dinasti周 - Zhou (1122 s.M - 255 s.M), menyerukan untuk menggunakan penanggalan dinasti 夏 - Xia (2205 s.M - 1766 s.M) karena Nabi Khongcu melihat bahwa penentuan Tahun Baru seyogyanya dikaitkan dengan ketepatan perhitungan musim yang juga merupakan aspek kultural-filosofis dimana akan memudahkan rakyat dalam bercocok-tanam, hal ini mengingat pula begitu pentingnya aspek ketepatan musim tanam, diawal musim semi bagi masyarakat agraris, yang menumpukan hidupnya dengan bersawah-ladang, yang mana hasilnya untuk memenuhi kebutuhan pokok umat manusia. Mereka adalah rakyat berbagai bangsa, berabad-abad sehingga sekarang. Inilah Wahyu Tian (天 賜 - Tian Ci) yang diturunkan bagi kesejahteraan insan ciptaanNya melalui Nabi Khongcu!

子 曰 :行 夏 之 時 。
Nabi (Khongcu) bersabda : “Pakailah penanggalan Dinasti Xia.”
(論 語 - Lun Yu XV: 11)


Pada saat itu, penguasa belum/tidak memperhatikan sabda Nabi Khongcu tersebut (hanya raja yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan system penanggalan dengan  Tahun Baru nya). Namun Tian berkehendak lain, pada zaman dinasti 漢 - Han, raja ke VI;    漢 武 帝 - Han Wu Di, pada tahun 104 s.M, mencanangkan penggunaan system penanggalan seperti yang di sabdakan Nabi Khongcu. Dan awal tahunnya ditentukan dengan menggunakan tahun kelahiran Nabi Khongcu (551 s.M). Itulah sebabnya perhitungan penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li, kini menunjuk angka 2566 tahun (551 s.M + 2015 M). Sejak itu, penggunaan system penanggalan ini sampai sekarang tidak pernah berubah lagi. Seandainya漢 武 帝 - Han Wu Di tidak mencanangkan system penanggalan seperti yang di-sabda-kan Nabi Khongcu, maka orang tidak akan pernah tahu apa yang terjadi (menggunakan system yang mana dan kapan penentuan tahun barunya). Karena orang menggunakan system penanggalan seperti yang dicanangkan oleh 漢 武 帝 - Han Wu Di yang menyumber dari sabda Nabi Khongcu, maka system penanggalan yang digunakan sekarang ini disebut penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li.

Dalam buku : A History of Chinese Philosophy, Fung Yu Lan menyebut ;
‘Confucius as a Creator Through Being a Transmiter’
(Nabi Kongcu sebagai seorang pencipta lewat karya meneruskan)
Makna filosofis Tahun Baru bagi umat Khonghucu
Berbicara mengenai makna Tahun Baru, apanya yang baru? Iman Khonghucu menegaskan: ‘Baru’ (新 - Xin) mempunyai demensi yang bisa berarti: ‘Awal atau Pada-mulanya’ bertujuan memperbaiki (memperbaharui), bermaksud selalu ‘Baharu’, dengan artian: agar ‘lebih baik dan lebih baik lagi’.

苟 日 新 , 日 日 新 , 又 日 新 .
“Bila suatu hari dapat membaharui diri,
perbaharuilah terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama-lamanya!”
(大 學 - Thai Hak II: 1)

Dimanakah konteks relevansi akan nilai religi dalam setiap tahun baru?
Kalau dihubungkan dengan konsep imani ‘天 - Tian (Tuhan/Sang Khalik)’, ‘地 - Di (Bumi/Sarana)’ dan ‘人 - Ren (Manusia)’ dalam 儒 教 - Ru Jiao (agama Khonghucu), maka ada makna yang tersirat dalam hubungan ini;
  Bukankah Dia sang khalik menjadi ‘終 始 - Zhong Shi’ (PrimaCausa-CausaFinalis) semesta dan turunannya berarti ada awal dan akhir? Dimana orang mau mengawali dan kapan akan mengakhiri? Ini semua berada pada ‘titik’ relatif imagi manusia.

Maka tahun baru, senantiasa berarti ‘KESEMPATAN BARU’ (新 的 機 會 - Xin De Ji Hui).

   Bukankah bumi menjadi ‘sarana’ yang menyediakan semua? Hanya mungkin ada yang ‘salah’ dalam mengelolanya. Orang mau ‘mencari’ atau men ‘sia-sia’ kannya, Bumi tetap  menyediakan Harapan bagi insan beriman.    

Maka tahun baru, selalu merupakan ‘HARAPAN  BARU’ (新 的 希 望 - Xin De Xi Wang).

   Bukankah manusia adalah ciptaanNya, yang ter ‘mulia’, mengapa manusia tak berdaya-       usaha dan ulet bekerja? manusia seharusnya dengan Iman dan Taqwa berupaya selaras (bahagia) didalam Jalan SuciNya (樂 天 - Le Tian).

Maka tahun baru, adalah sebuah ‘PERJUANGAN BARU’ (新 的 挑 戰 - Xin De Tiao Zhan).
天 - Tian;  Tuhan/Sang Khalik memberi Kesempatan,
地 - Di;  Bumi/Sarana menyediakan Harapan,
人 - Ren;  Manusia harus Berusaha!
Dari uraian di atas, jelas dan tegaslah bahwa apa yang dimaksud dengan penyebutan ‘kaprah’ penanggalan Yinli/Imlek (陰 曆), yang benar dan seharusnya adalah disebut  penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li. Dan itu bukan sekedar teradisi yang tanpa bersumber kepada Kitab Suci (Khonghucu) yang diwahyukan Tian, Tuhan Sang Khalik. Lebih-lebih dari anggapan sekedar sebagai ‘tahun baru nya kaum Tionghoa’ belaka, ataupun hanya suatu ‘perayaan’ yang diwujudkan dengan segala bentuk ‘eurofianya’. Melainkan memuat ‘Makna Suci’ sebagai ‘Panggilan Ibadah’ yang luhur dan mulia bagi umat yang mengimaninya, dan ini semua bukannya tanpa ‘apa’ dan ‘mengapa’ . . . Shanzai (善 哉) !

恭 賀 新 禧
Selamat  Melaksanakan  Ibadah  Tahun Baru
(Kongzi li  2566)

宅天命, 作新民
Berada Dalam Firman Tian , Menjadi Rakyat Baharu

永言配命,自求多福
Perilaku Selalu Manunggal Firman , Menjadikan Diri Penuh Berkah

1. Apa makna tahun baru imlek 2015 bagi Khonghucu?

Makna Tahun Baru ‘Imlek’ bagi umat Khonghucu, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua aspek.

- Pertama aspek iman;
Terkait dengan ritual/persembahyangan sesuai yang dituntunkan didalam Kitab Suci, berikut ejawantah (kewajiban) dalam kehidupan sosialnya sebagai panggilan dari ibadahnya.

- Kedua aspek cultural-filosofis ;
Terkait dengan musim awal tanam (musim semi) dan spirit San Cai :
Tian, Tuhan sang Khalik memberi Kesempatan (baru)
Di, Bumi/sarana menyediakan Harapan (baru)
Ren, manusia memperjuangkan/usaha (baru)

2. Posisinya dengan makna tahun baru bagi warga Tionghoa?

Sejarah mencatat, Ru Jiao (agama Khonghucu) adalah agama yang paling tua (awal) di Tiongkok. Agama ini sangat mempengaruhi kehidupan rakyat Tiongkok dan diajarkan turun temurun (dalam keluarga) hingga sekarang. Ketika agama lain masuk Tiongkok, ajaran ini tetap membudaya dalam kehidupan sosial masyarakat Tionghoa sebagai etika moral (Khonghucu). Demikian pula halnya terkait ‘Tahun Baru’ Khonghucu, orang Tionghoa (apapun agamanya) masih ada ikatan batin, sehingga mereka tetap merayakannya sebagai budaya.

3. Biasanya apa yang dilakukan Matakin untuk merayakan imlek?

Matakin sebagai (satu-satunya) lembaga keagamaan Khonghucu yang menaungi umat Khonghucu di seluruh Indonesia, sejak zaman Presiden Abdulrahman Wahid (yang telah mengembalikan hak sipil umat Khonghucu, yakni mencabut Inpres no. 14 tahun 1967 dengan mengeluarkan Kepres no. 6 tahun 2000) hingga sekarang, setiap Tahun Baru ‘Imlek’ Matakin melaksanakan ritual peribadahan sekaligus perayaannya secara nasional.

4. Bagaimana sejarah imlek menurut Matakin?


Sejarah Tahun Baru ‘Imlek’, seperti yang diuraikan dalam ‘prolog’ adalah sesuatu yang merupakan Firman Tian melalui Nabi Khongcu. Bukan menurut Matakin atau menurut siapa (pun). Matakin hanya melakukan peng’lurus’an dari apa yang dipahami orang secara kaprah.

5. Bagaimana pendapat anda toleransi kerukunan beragama?

Dalam hal toleransi seperti yang dimaksud dalam pertanyaan diatas, seharusnya dipahami paling tidak dalam tiga aspek, yakni toleransi, solidaritas dan harmonis dalam satu pengertian yang utuh. Toleransi; menghargai/ menghormati eksistensi keberadaan pihak lain. Solidaritas, ada rasa tepasalira sehingga tidak melecehkan pihak lain, karena itu tentunya hal yang tidak diinginkan mengena pada dirinya, sebaliknya secara sadar membangun kebersamaan. Harmonis sebagai upaya mewujudkan ‘menerima’ perbedaan, tidak memaksa kehendak bahwa diri sendirilah yang paling ‘benar’.
 
6. Sejauh ini berapa jumlah penganut agama Khonghucu di Indonesia?

Pada masa Orde Baru, warga negara Indonesia yang beragama Khonghucu mengalami perlakuan yang sangat diskriminatif dan termarginalkan (dengan adanya Inpres no.14 tahun 1967). Baru pada era Gus Dur, umat Khonghucu sebagai warga negara mendapat perlakuan yang setara dengan saudara-saudaranya yang lain sebagai sesama anak bangsa. (dengan terbitnya Kepres no. 6 tahun 2000). Setelah lebih dari tiga dasawarsa mengalami masa sulit, oleh situasi dan kondisi yang ada, umat Khonghucu ‘harus’ mengisi kolom agama pada KTP nya dengan agama lain, menikah secara Khonghucu tidak bisa dicatatkan pada catatan sipil, peserta didik tidak bisa mengikuti pelajaran agama sesuai imannya. Maka ketika sekarang ditanya berapa jumlah umat khonghucu di Indonesia? tidak ada data yang valid untuk bisa menjawabnya. Data KTP yang beragama Khonghucu, tidak menunjukkan jumlah riil yang ada (masih banyak masalah di lapangan yang belum bisa diselesaikan secara tuntas).

7. Apakah Matakin sudah ada di setiap Kabupaten? Kota di Indonesia?


Dengan kondisi yang ada (sebagai akibat kebijakan politis pemerintahan), perkembangan Matakin masih memperlukan perjuangan keras. Jangankan ada di setiap kota/kabupaten, bahkan tidak di semua provinsi ada.

8. Jika belum ada di Sumsel?

Di Sumsel belum ada.

9. Apakah ada rencana membentuk Matakin di Sumsel?
Ini menyangkut pelayanan dan pembinaan umat. Jadi bukan masalah rencana, sudah menjadi kewajiban Matakin untuk melayani dan membina umat Khonghucu di Indonesia, hanya dalam realisasinya tentu banyak faktor yang menjadi kendala dan ini yang harus dicari solusinya.

10. Apa anjuran dan bagaimana pembinaannya?


Anjuran dari Matakin, yang paling mendasar adalah bagaimana umat Khonghucu sebagai anak bangsa bisa menunjukkan identitas dirinya sebagai warga Negara Indonesia yang berimankan Khonghucu. Pembinaannya, secara internal membangun karakter umat Khonghucu yang Junzi. Tidak hanya taat dalam ritualnya saja, melainkan nyata-nyata bisa memberi kontribusi positif pada lingkungannya baik selaku pribadi, keluarga maupun sebagai bagian dari masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai ejawantah ke’manusia’annya.

11. Bagaimana sumbangsih dari pemerintah pusat dan Pemerintah daerah?
Sejak keluarnya Kepres no.6 tahun 2000, pemerintah sudah menunjukkan ‘good will’ dengan segala dinamikanya.

12. Apa yang kurang dan apa yang lebih?

Kurang dan lebih adalah sesuatu yang sangat relative, karena kepentingan dan kebutuhan yang berbeda. Yang pasti ada beberapa hal yang persepsinya belum sama.

13. Bagaimana kerja sama dengan agama lain gimana?  Bentuknya?

Kerjasama dengan agama lain, lebih pada kegiatan kemanusiaan secara umum, dan beberapa kegiatan sebagai kepedulian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuknya bisa secara fisik di lapangan, maupun dukungan moril baik dalam ‘testemoni bersama’ maupun kajian-kajian melalui seminar dan sebagainya.

14. Bagaimana tanggapan dengan pihak yang masih belum percaya Khonghucu itu agama?

Tidak ada satu pihakpun (bahkan pemerintah) yang berhak menilai sesuatu itu agama atau bukan. Agama diimani oleh umatnya, bukan orang lain. Maka anggapan Khonghucu itu bukan agama berpulang pada kedewasaan berpikir dari yang bersangkutan.

15. Banyakkah penganut Khonghucu dari luar warga Keturunan ?

Agama diturunkan Tian untuk insan ciptaanNya, bukan untuk kelompok/ bangsa tertentu. Untuk mengimani suatu agama, tidak ada larangan juga tidak bisa dipaksakan. Siapapun mempunyai hak mengimani agama Khonghucu. Agama Khonghucu dianut oleh berbagai bangsa, keturunan (Tionghoa) atau bukan. Di Indonesia, agama Khonghucu bukan hanya milik warga keturunan (Tionghoa) saja, melainkan juga dianut oleh warga yang lain, bahkan rohaniwannyapun bukan hanya dari warga keturunan (Tionghoa) saja.

Sumber: Wakil Ketua Umum MATAKIN Pusat Bratayana Ongkowijaya
(Romy)

Rabu, Februari 04, 2015

Wisata Religi Kelenteng Kwan Im di Jambi

JAMBI, ayojambi.com - Kota Jambi adalah ibukota Provinsi Jambi dan merupakan salah satu dari 10 daerah kabupaten/kota yang ada dalam Provinsi Jambi. Secara historis, Pemerintah Kota Jambi dibentuk dengan Ketetapan Gubernur Sumatera No.103/1946 sebagai Daerah Otonom Kota Besar di Sumatera, kemudian diperkuat dengan Undang-undang No.9/1956 dan dinyatakan sebagai Daerah Otonom Kota Besar dalam lingkungan Provinsi Sumatera Tengah [Lihat Gambar: Peresmian Kelenteng MAKIN Beng Shan Bio Jambi].
Geografis :
Kota Jambi dengan luas wilayah ± 205.38 km² (berdasarkan UU No. 6 tahun 1986), terletak pada kordinat :
01° 30’ 2.98" - 01° 7’ 1.07" Lintang Selatan, 103° 40’ 1.67" - 103° 40 0.23" Bujur Timur.

Koordinat tersebut menunjukkan keberadaan Kota Jambi yang terletak di tengah-tengah pulau Sumatera. Secara geomorfologis Kota Jambi terletak di bagian Barat cekungan Sumatera bagian selatan yang disebut Sub-Cekungan Jambi, yang merupakan dataran rendah di Sumatera Timur.

Ditilik dari topografinya, Kota Jambi relatif datar dengan ketinggian 0-60 m diatas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di utara dan selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Sungai Batanghari, yang merupakan sungai terpanjang di pulau Sumatera dengan panjang keseluruhan lebih kurang 1.700 km, dari Danau Atas - Danau Bawah (Sumatera Barat) menuju Selat Berhala (11 km yang berada di wilayah Kota Jambi) dengan kelebaran lebih kurang 500 m. Sungai Batanghari membelah Kota Jambi menjadi dua bagian disisi utara dan selatannya.

Kota Jambi adalah sebuah kota sekaligus ibukota dari provinsi Jambi, Indonesia. Kota Jambi dibelah oleh aliran sungai yang bernama Batanghari, kota Jambi dapat menghubungi kabupaten dan provinsi di sumatera melalui jembatan Aur Duri I dan jembatan Aur Duri II.

Pariwisata di Jambi sangat beragam dan salah satu yang tak boleh anda lewatkan adalah dengan mengunjungi Candi Muaro Jambi dan beberapa Kelenteng yang namanya sudah tersohor.

Salah satu Kelenteng Beng Shan Bio yang baru diresmikan terletak di Jalan Gembiran Kelurahan Rajawali, Kecamatan Jambi Timur, kota Jambi.

Kelenteng Beng Shan Bio ini dibangun dengan biaya sendiri dari seorang donatur untuk sembahyang umat Khonghucu Jambi.

Bentuk bangunan kelenteng ini merupakan bangunan tunggal beratap susun. Berbeda dengan tipe kelenteng yang lain, altar utama kelenteng ini adalah Kwan Im di dampingi empat sen ming (dewa red) lainnya.

Kelenteng Beng Shan Bio merupakan bangunan yang paling megah di Jambi, karena kelenteng ini dibangun oleh tenaga ahli dari Tiongkok sekaligus 80% bahan baku didatangkan dari China. Termasuk satu patung Kwan Im setinggi 4 meter ditempatkan di halaman kiri Beng Shan Bio.

Kelenteng Beng Shan Bio, belum 100% selesai dibangun, karena penilaian ahli feng shui Tiongkok, apa bila tidak diresmikan tahun ini (sebelum imlek) maka harus tunggu tahun 2018 mendatang. (Romy)
* www.ayojambi.com/

Peresmian Kelenteng Beng Shan Bio Jambi

JAMBI, ayojambi.com - Peresmian Kelenteng MAKIN Beng Shan Bio Jambi, Rabus (3/2/2015) berjalan lancar. Tamu beserta undangan dan ratusan umat Khonghucu Jambi memadati lokasi kelenteng untuk mengikuti prosesi pengsihan roh suci shen ming. Pengsihan roh suci dipimpin oleh taoshe dari negara Tiongkok [Lihat Gambar: Peresmian Kelenteng MAKIN Beng Shan Bio Jambi].
Ratusan warga Tionghoa penganut kepercayaan Khonghucu mengikuti prosesi pengisian roh suci terhadap patung dewa di Kelenteng MAKIN Beng Shan Bio, Kota Jambi. Kelenteng Beng Shan Bio adalah rumah ibadah bagi umat beragama khonghucu. Kelenteng tersebut terletak di Jalan Gembira, Kelurahan Rajawali, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi.

Bentuk bangunan kelenteng berbeda dengan type bangunan kelenteng yang lainnya di Jambi, altar utama Beng Shan Bio adalah Dewi Pengasih Kwan Im di dampingi empat shen ming (dewa red) lainnya, diantaranya Hok Tek Chen Sen, Hien Tien Siong Te, Kwan Seng Tee Kun  dan Sam Ong Hu Tua Lang Kong.

"Terhitung mulai tanggal 3 Februari 2015 (Cap Ji Gwee Cap G0) umat Khonghucu Jambi sudah bisa sembahyang dan berdoa di kelenteng MAKIN Beng Shan Bio."

Muljono Handjaya, memelopori pendirian kelenteng Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Beng Shan Bio bagi umat Khonghucu di Jambi. Dalam pembangunan kelenteng ini, tak tanggung-tanggung Muljono Handjaya mendatangkan seorang arsitek dan bahan-bahan dari Tiongkok (China). Mereka memang ahli dalam pembuatan kelenteng. “Bagi orang-orang yang membangun Kelenteng untuk sembahyang umatnya, maka orang tersebut akan mendapatkan Pahala dari Tien (Tuhan).”

Peresmian kelenteng MAKIN Beng Shan Bio, dihadiri oleh para pengusaha dan tokoh masyarakat dari beberapa daerah diantaranya datang dari Jakarta, Sumetera Selatan (Palembang), dan Ketua Yayasan Kesejahteraan Sentosa, Ronny Attan, Pimpinan Mal WTC Batanghari Jambi, Pimpinan Aston Hotel, Sukirman Johan, Pengusaha dok kapal PT. Naga Cipta Central, Robin, serta Ketua MATAKIN Provinsi Jambi, Darman Wijaya, Wakil Ketua MATAKIN Provinsi Jambi, Alex Sujanto, Ketua MATAKIN Kota Jambi, Darmadi Tekun, Wakil Ketua MATAKIN Kota Jambi, Huwanda Desswandhy, Sekretaris MATAKIN Kota Jambi, Salim, Ketua Perkhin Jambi, Hewai, Ketua MAKIN Leng Chun Keng, Handoko Thetro, Ketua MAKIN Lam Po Tong, Cut Harto, Pengurus MAKIN Sai Chie Tien, Ketua Hok Liong Sai, Herman Suprapto (Chen He Siang) dan lain sebagainya. (Romy)