Minggu, November 11, 2012

Vihara Sakyakirti Gelar Pindapatta


JAMBI - Sebanyak 8 bhikku asal Sangha Agung Indonesia menjalankan tradisi Pindapatta dengan mengililingi kampung ke kampung di Kota Jambi, Minggu (11/11-2012) pagi pukul 06.30. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian perayaan menyambut Hari kathina 2556/BE.
Pindapatta merupakan tradisi dikalangan umat Buddha di mana para bhikkhu Sangha Agung Indonesia berkeliling demi memperoleh persembahan dari umat berupa uang atau makanan. Para bhikkhu wajib berjalan kaki di bawah teriknya matahari tanpa alas kaki maupun turunnya hujan deras. Mereka membawa Patta (mangkok) sambil terus berjalan dengan kepala tertunduk.

Di atas jalan aspal yang kasar dan panasnya matahari untuk ditapaki dengan kaki telanjang, terlihat wajah sabar terpancar dari para bhikku berjalan menyusur Jalan Pangeran Diponegoro, Jalan koni 1, terus masuk ke perkampungan Budiman, Jalan Orang Kayo Hitam dan kembali ke vihara Sakyakirti

sambil menenteng patta, sedangkan ratusan anak muda yang berada di sampingnya dengan menenteng kardus/ kantong plastik warna hitam.

Dalam pindapatta/ Pindapattra di Kota Jambi ini, menyusur jalan-jalan untuk mendapat dharma berupa makanan dari para umat. Di sepanjang rute yang dilalui, umat telah menanti dengan sabar memberikan beraneka ragam keperluan makan kepada bhikkhu yang telah melepas 'hidup' nya karena melayani umat.

Dengan kehadiran bhikkhu Sangha ini telah dinanti-nantikan ratusan warga di sepanjang jalan. Umat Buddha yang menanti bhikku bersujud sambil memberikan uang dalam angpau, beras, mie instan, biskuit, sabun, dan obat-obatan kepada para bhikkhu tersebut.

Kata ”Pindapatta/ Pindapattra” sendiri berarti menerima persembahan makanan. ”Patta” atau ”Patra” adalah mangkok makanan yang dibawa para bhikku/ bhikuni. Pada masa lalu, patta terbuat dari buah labu yang disayat bagian atasnya, lalu dikerok bagian tengah atau isinya. Bagian kulitnya kemudian dikeringkan sehingga berbentuk mangkok yang cukup besar. Mangkok inilah yang digunakan oleh para bhikkhu menerima persembahan dari para umat. Namun, karena patta jenis ini rapuh dan mudah rusak, maka diganti mangkuk dari logam, seperti tembaga, kuningan, dan aluminium. (Romy)