MAKNA DIBALIK PERAYAAN TAHUN BARU IMLEK
( KHONGCULEK )
Oleh: Ws.Mulyadi – Ketua MAKIN Cimanggis
Anggota FKUB Kota Depok
Sejak ditetapkannya Tahun Baru Imlek sebagai salah satu hari libur nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Kepres No.19/2002 tertanggal 9 April 2002, maka setiap tiba datangnya Tahun Baru Imlek kita mulai merasakan suasana yang berbeda dan melihat berbagai macam pernak-pernik atau hiasan khas Imlek yang dijual khususnya di daerah perkotaan, orang juga mulai sibuk melakukan berbagai macam persiapan baik dalam lingkungan keluarga, di pusat-pusat perbelanjaan maupun di berbagai tempat ibadah. Tahun Baru Imlek pada tahun ini jatuh bertepatan dengan tanggal 26 Januari 2009 (1 Cia Gwee 2560 Imlek). Saat ini orang lebih merasakan suasana yang lebih meriah dan memiliki kebebasan untuk mengekpresikan kegembiraan dalam merayakannnya, sama seperti halnya dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri atau Tahun Baru Masehi 1 Januari. Perayaan Tahun Baru senantiasa diidentikan dengan pertunjukan barongsai atau bagi-bagi angpau (hungpao) khususnya dilakukan oleh mereka yang merayakan Tahun Baru Imlek.Suasana ini tidak dapat kita jumpai sebelumnya, setidaknya lebih dari tiga dasawarsa sejak adanya kebijakan pemerintah pada saat itu yang membatasi perayaan hari-hari keagamaan khususnya bagi orang-orang Tionghoa yang hanya diperbolehkan pada lingkungan keluarga saja; seperti tercantum dalam Inpres No.14/1967 yang sudah dianulir pada masa Presiden Gusdur. Meskipun sebenarnya perayaan Tahun Baru Imlek sebelumnya juga dapat dirayakan secara umum seperti sekarang ini. Sejak bergulirnya era reformasi, kebebasan beragama dan berekpresi di Indonesia nampaknya terlihat lebih nyata, hal ini sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang multikultur dan multi etnis serta distunjang oleh adanya kesadaran dari aparat birokrat saat ini yang mulai menyadari hal ini meskipun belum seluruhnya, karena masih ada saja oknum yang mempersulit dan terkesan diskriminatif dalam memberikan pelayanan terhadap etnis terntentu. Seluruh penduduk Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga Negara. Termasuk diantaranya adalah hak kebebasan dalam beragama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, karena hal tersebut jelas dijamin oleh Undang-undang Dasar pasal 29.
Sudah barang tentu perayaan Tahun Baru Imlek saat ini bukan lagi menjadi milik satu golongan tertentu saja (Tionghoa. Pen.), melainkan sudah menjadi milik seluruh bangsa di dunia. Namun hal tersebut tidak terlepas dari latar belakang sejarah asal muasal Tahun Baru Imlek itu sendiri yang berkaitan erat dengan sistim penanggalan Imlek/Yinli/Khongculek/Kongzili. Misalnya penetapan tahun pertama dari Tahun Baru Imlek adalah dihitung sejak tahun pertama kelahiran Nabi Kongzi (baca Kungtze) yakni tahun 551 Sebelum masehi. Bagi mereka yang beragama Khonghucu (Rujiao), merayakan Tahun Baru Imlek bukan hanya sekedar untuk merayakan tradisi untuk menyambut datangnya musim semi saja, melainkan mengandung suatu makna religius yang sangat mendalam.Hal ini terbukti bahwa umat Khonghucu senantiasa melakukan berbagai macam kegiatan sebelum tiba saat perayaan Tahun Baru Imlek. Antara lain mereka melakukan sembahyang kepada segenap keluarga yang sudah tiada sebagai wujud rasa bhakti kepada leluhurnya. Mengumpulkan dana Ji Si Siang Ang (Hari Persaudaraan) sebagai wujud Cinta Kasih dan keperdulian terhadap sesama. Membersihkan tempat ibadah dan rumah keluarga masing-masing sebagai refleksi menyambut tibanya tahun yang baru dengan suasana yang baru pula.
Pada malam saat pergantian tahun, tepatnya dimulai pada pukul 23.00 mereka melakukan sembah sujud dan syukur kepada Tian (Tuhan Yang Maha Esa) atas segala berkah dan karunia yang telah dilimpahkanNya sepanjang tahun lalu dan kini mereka bersiap diri untuk menyongsong tibanya Tahun Baru dengan suasana yang baru. Di dalam Kitab Zhong Yong/Tengah Sempurna Bab XV tersurat : “Sungguh Maha Besar Kebajikan Gui Shen (baca kui shen) atau Tuhan Yang Maha Roh. Dilihat tiada nampak, didengar tiada terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia. Demikianlah menjadikan umat manusia di dunia berpuasa, membersihkan hati dan mengenakan pakaian lengkap sujud bersembahyang kepadaNya. Sungguh Maha Besar Dia, terasakan di atas dan di kanan-kiri kita. Di dalam Kitab Shu Jing/Sanjak III.3.2.7 tertulis: “Adapun kenyataan Tuhan Yang Maha Roh itu tidak boleh diperkirakan, lebih-lebih tidak dapat ditetapkan.Maka sungguhlah jelas sifatNya yang halus itu, tidak dapat disembunyikan dari Iman kita, demikianlah Dia.Demikianlah hendaknya seorang umat Khonghucu mempersiapkan datangnya Tahun yang Baharu ini dengan melakukan berbagai macam persiapan, bukan saja yang bersifat jasmani melainkan juga hal yang bersifat rohani. Karena tujuan pengajaran agama adalah menyeimbangkan antara kehidupan jasmani dan rohani atau antara kehidupan duniawi dan akhirat.
Selanjutnya di dalam Kitab Daxue (baca Tashue) II.1 tersurat : “Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharuilah terus setiap hari dan jagalah agar senantiasa baharu selama-lamanya”. Makna yang tersirat sangat jelas, bahwa hal itu menunjukkan semangat pembaharuan harus senantiasa dijaga di dalam diri kita masing-masing untuk kembali kepada kodrat kemanusiaan kita; apa yang kurang baik pada masa lalu hendaklah kita tinggalkan, sebaliknya hal-hal yang baik hendaknya ditingkatkan pada masa mendatang. Dengan demikian kita akan senantiasa dipacu untuk selalu melakukan mawas diri dan introspeksi diri akan kinerja yang telah kita lakukan pada masa lalu. Kitapun menyadari sebagai manusia yang sering melakukan kesalahan dan kelalaian, maka saat itu adalah saat yang paling tepat bagi kita untuk kembali kepada Jalan Suci (Tao). Nabi Kongzi (baca Kungtze) bersabda: “Pagi hari mendengar akan Jalan Suci (Tao), sore hari berpulangpun ikhlas” (Lun Yu/Sabda Suci IV:8). “Bersalah tetapi tidak mau memperbaikinya, inilah benar-benar kesalahan”. (Lun Yu / Sabda Suci XV:30). Tidak hanya sampai disitu saja, satu hari sejak tanggal 1 bulan kesatu sampai dengan tanggal 8 bulan kesatu Imlek seluruh umat Khonghucu diwajibkan untuk berpantang makan makanan berjiwa (vegetarian), hal ini dilakukan untuk memperluas rasa Cinta kasih kita, bukan saja terhadap sesama melainkan juga terhadap makhluk hidup yang lain. Bahkan pada tanggal 8 bulan kesatu menjelang pelaksanaan Upacara Sembahyang besar kepada Tian (Tuhan YME) atau Jing Tian Gong (baca cing tien kung) mereka berpuasa penuh satu hari sampai selesai dilaksanakannya upacara sembahyang tersebut. Hal ini dilakukan untuk membersihkan diri dan mensucikan hati sebagai persiapan sebelum melaksanakan upacara sembahyang tersebut. Sembahyang besar Jing Tian Gong (baca: cing Tien kung) dilakukan sebagai prasetya kita kepada Tian untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu dan tidak mengulanginya dimasa yang akan datang. Pada hari Tahun Baru, biasanya anggota keluarga yang lebih muda usianya akan memberikan penghormatan kepada anggota keluarga yang lebih tua ; dimulai dari anak-anak yang menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru kepada ayah dan ibunya masing-masing, lalu dilanjutkan terhadap anggota keluarga yang lain dan juga para tetangga dan sahabat. Disini akan terlihat suasana kekeluargaan dengan adanya saling kunjung diantara keluarga yang satu kepada keluarga yang lain. Mereka saling bermaafan satu sama lain sebagai wujud dan rasa persaudaraan.
Perayaan Tahun Baru Imlek biasanya ditutup dengan perayaan Cap Go Me/Yuan Xiao, tepatnya jatuh pada tanggal 15 bulan pertama Imlek. Pada hari itu semua umat mengungkapkan rasa syukurnya dan bersuka cita dengan melakukan berbagai macam atraksi hiburan atau arak-arakan seperti permainan ular naga (liong/lung) dan barongsai sebagai ungkapan rasa gembira dan syukur dalam memasuki tahun yang baharu. Perayaan Cap Go Me saat inipun sudah menjadi suatu perayaan yang lebih menonjolkan hiburan ketimbang kegiatan ritual keagamaan meskipun hal itu dilakukan di tempat-tempat ibadah. Bagi umat Khonghucu mereka kembali melakukan ibadah dan bersembahyang di tempat ibadah seperti Litang atau Kelenteng sebagai ungkapan rasa syukur untuk dapat memasuki tahun yang baharu dengan selamat dan sentosa.
Demikianlah makna dibalik perayaan Tahun Baru Imlek dari persepsi agama Khonghucu. Setiap orang berhak untuk turut serta merayakan dan memeriahkan Tahun Baru Imlek, karena perayaan tersebut memang sudah menjadi milik umum dan seluruh bangsa di dunia. Yang jelas dengan perayaan Tahun Baru Imlek hendaknya senantiasa dipupuk semangat persaudaraan diantara semua warga bangsa dan semangat pembaharuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
Xin Nian Kuai Le, Wan Shi Ru Yi ! – Selamat Tahun Baru, semoga Keberkahan dan Kebahagiaan senantiasa menyertai anda. Shanzai !