Minggu, Mei 25, 2014

Puluhan Keluarga Lien Chai Bakar Rumah “焼灵屋”

JAMBI, ayojambi.com – Puluhan keluarga  (foto) The Lien Chai kemarin (18/5) siang membakar sebuah rumah di kawasan (foto) Kelenteng MAKIN Sai Che Tien Jambi. Mereka yang membakar rumah-rumahan “焼灵屋” yang terbuat dari kertas special didatangkan dari Tiongkok untuk dipersembahkan kepada Almarhum The Lien Chai terdiri dari anak, cucu dan sanak famili Lien Chai sebagai memperingati tiga tahun wafatnya The Lien Chai (alm) yang jatuh pada tanggal 18 Mei 2014.
Bagi masyarakat keturunan Tionghoa yang beragama Khonghucu penghormatan kepada orangtua atau leluhur merupakan sebuah kewajiban anak atau keluarga terdekat, baik yang masih hidup di duniawi maupun yang telah wafat, ini  merupakan sebuah kewajiban anak (keturunan), tradisi ini sudah dilakoni sejak jaman dahulu kala.

Salah satunya adalah, adalah tradisi membakar rumah-rumahan “焼灵屋” yang terbuat dari bahan bambu, karton, kertas warna warni dan pernak pernik lukisan serta segala perlengkapan rumah tangga, tradisi membakar rumah-rumahan “焼灵屋” berikut segala isi ini untuk dipersembahkan kepada arwah orangtua maupun leluhur mereka yang telah meninggal dunia genap tiga tahun, rumah-rumahan tersebut untuk kebutuhan tempat tinggal arwah yang berada di alam baka.

Tradisi mengirimkan rumah-rumahan “焼灵屋” masih dipertahankan hingga kini, tradisi tersebut sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka yang mayolitas beragama Khonghucu secara turun temurun, tradisi mengirim rumah-rumahan dilakukan setelah orangtua mereka meninggal genap tiga tahun.

Seperti The Sun Hok, memperingati tiga tahun wafatnya ayahnya dengan mengirimkan rumah-rumahan berikut lengkap segala isi rumah tangga, agar orangtuanya di alam baka, agar orangtunya memiliki tempat tinggal layaknya seperti kita yang hidup di dunia fana, “Tiga tahun mama meninggal, maka kita sebagai keturunnya mengirimkan rumah-rumahan “焼灵屋” lengkap dengan isinya, agar papa  disana mempunyai tempat tinggal yang layak seperti kita.” Kata The Sun Hok disela upacara sembahyang yang dipandu Lim Tek Chong Tao She dari Tiongkok.

Sedangkan menurut Lim Tek Chong Taoshe yang piawai dalam segala urusan ritual keagamaan serta ahli dalam membuat rumah-rumahan dari kertas. Lim Tek Chong juga dikenal sebagai seorang pemandu upacara sembahyang pembakaran rumah-rumahan untuk tempat tinggal arwah yang telah tiada.

Ujar Lim Tek Chong Tao She, ”Tradisi bakar rumah-rumahan ini, masih kuat bertahan sampai kini di Tiongkok, tradisi membakar rumah-rumahan sebagai bentuk kebaktian seorang seorang anak kepada orangtuanya, mereka mengirimkan rumah-rumahan dengan cara membakar berikut segala isi rumah, seperti alat rumah tangga, diantaranya perlengkapan alat dapur, perlengkapan ruang tamu, kamar tidur tidur, mobil-mobilan, uang-uangan.” Ujar Lim Tek Chong.

Tambah Lim Tek Chong, “Bahwa manusia hidup di atas bumi merlukan tempat tinggal yang layak, kebutuhan sehari, seperti pangan, sandang dan papan. Demikian juga arwah orang yang telah wafat di alam baka juga membutuhkan kehidupan seperti layaknya dimasa hidupnya”.

Selain itu, mereka juga mengirim perlengkapan lainya, seperti, sabun mandi/ sabun cuci, handuk, pakaian, sepatu, minyak sayur, garam, beras sebagai syarat untuk orangtua mereka pergunakan di alam baka, tidak ketinggalan beberapa dayang/ pembantu rumah tangga untuk membantu orangtua mereka di alam baka.

Serta ada dua jenis kertas yang digunakan dalam tradisi ini, yaitu kertas yang bagian tengahnya berwarna keemasan (Kim Cua) dan kertas yang bagian tengahnya berwarna keperakan (Gin Cua). Menurut kebiasaan-nya Kim Cua (Kertas Emas) digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa, sedangkan Gin Cua (Kertas Perak) untuk upacara sembahyang kepada para leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia. Bahwa dengan membakar kertas emas dan perak itu berarti mereka telah memberikan kepingan uang emas dan uang perak kepada para dewa atau leluhur mereka; sebagaimana diketahui kepingan emas dan perak adalah mata uang yang berlaku pada jaman Tiongkok kuno.

Semua bahan diletakan didalam rumah-rumahan, setelah itu anak laki-laki melakukan sembahyang dengan mengundang roh/ arwah orangtua mereka untuk dapat menempati rumah-rumahan yang dibeli oleh anak-anak lekaki, seusai itu baru rumah-rumahan dibakar.

Sebagai keluarga yang masih hidup jangan sampai melupakan leluhur dan keluarganya yang telah meninggal. yang masih hidup wajib mengingat dan mengirimkan persembahan kepada mereka yang menderita di alam sana, sebagai balas budi kita kepada leluhur kita itu.

Untuk itu keluarga yang masih hidup dianjurkan untuk mengirimkan uang (kim cua dan gin cuakepada mereka yang berada di alam penderitaan itu. Dan dana bantuan itu adalah salah satunya berupa "Rumah-rumahan" dan uang-uangan untuk dibakar yang terbuat dari bambu-bambu (yang juga merupakan bahan dasar pembuatan kertas saat itu). Rumah-rumahan ini yang kemudian dibakar dan akan menjelma menjadi rumah beserta isinya di alam sana, sehingga dapat dipergunakan oleh ayah bunda, leluhur, dan sanak keluarga yang berada di alam sana untuk meringankan penderitaan mereka.

Pembakaran juga memiliki pesan moral tersirat untuk berbakti dan setia kepada negeri kita tinggal karena dalam membakar kertas emas maupun perak mengandung makna tanah melahirkan logam dan tanah itu adalah tempat dimana kita berpijak, tempat kita lahir dan bertumbuh. Bagi yang beranggapan membakar uang kertas dalam jumlah besar dapat menyenangkan leluhur atau menunjukkan bakti, lebih baik tunjukkan rasa sayang anda itu semasa leluhur anda masih di dunia. (Romy)
* www.ayojambi.com/