SINGAPURA - Anak yang soleh adalah anak yang berbakti pada orangtua maupun leluhur/ nenek moyang, baik dimasa mereka masih hidup diatas dunia maupun telah tiada (wafat).
Berbagai cara dapat dilakukan oleh seorang anak terhadap orangtuanya, baik dimasa masih mereka masih hidup dengan berusaha membahagiakanmereka, janganlah segala kebaikan dan kasih sayang serta pengorbanan yang telah beliau berikan kepada kita, yang tanpa pamrih dan mengharap balas jasa, kita abaikan begitu saja. Apa lagi bagi yang telah tiada (wafat), maka setiap tahun sekali berkewajiban berziarah kemakam orangtua/ leluhur/ nenek moyang dengan melakukan sembahyang dan berdoa agar arwah leluhur mereka mendapatkan tempat yang layak disisi Yang Maha Esa.
Sabtu (11/04) kemarin, Keluarga besar Tjoa The Hok meluangkan waktu dengan berziarah kemakam leluhur/ nenek moyang mereka yang dimakamkan di pemakaman Ngee Ann di Upper Bukit Timah Road, Singapure, dengan membawa berbagai sesajian (makanan) kesukaan almarhum, seperti kue apem, kue merah isi kacang hijau, tang hun, tau kie, jamur, teh daun dan kim cua (kertas sembahyang jenis emas) gien cua (kertas sembahyang jenis perak), diatas makam orangtua diletakkan kertas kuning dan putih kecil memanjang.
Pada umumnya prosesi Ceng Beng (ziarah) diawali sembahyang dihadapan Dewa Tanah (Tu Li Kong red) dengan memohon agar dewa tanah dapat menjaga dan menempati arwah pada tempat yang layak, selanjutnya baru melakukan sembahyang didepan nisan leluhur. Tata cara ziarah dan sembahyang tidak jauh berbeda dengan Jambi.
Untuk orang Tionghua, hari ini merupakan suatu hari untuk mengingat dan menghormati nenek moyang. Setiap orang berdoa di depan nenek moyang, menyapu pusara dan bersembahyang dengan makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang dan berbagai asesoris, sebagai persembahan kepada leluhur/ nenek moyang. Upacara ini adalah sangat penting bagi kebanyakan orang Tionghua, terutama petani, dan biasanya dapat dilaksanakan 10 hari sebelum atau sesudah hari Ceng Beng/ Qīngmíng.
Tradisi Cengbeng [qing ming jie] adalah tradisi wajib orang tionghoa. Ini adalah tradisi menghormat kepada leluhur yang dilakukan setidaknya sekali dalam setahun. Cengbeng selalu jatuh antara tanggal 4-6 April (kalender masehi) setiap tahun, sepuluh hari sebelum dan sesudah peringatan Cengbeng ini orang-orang pergi ke makam, rumah abu atau pantai untuk berdoa bagi para leluhur yang telah meninggal. Semasa peringatan Cengbeng inilah, makam-makam dibersihkan dan diperbaiki. Bagi sebagian besar orang tionghoa, memperbaiki makam atau sekedar membersihkannya diluar masa Cengbeng sangat tidak dibenarkan.
Makam leluhur sangat penting artinya bagi orang tionghoa. Penentuan letak makam dan arah serta berbagai ukurannya selalu diperhatikan dari sisi fengshui, termasuk juga masa untuk berkunjung ke makam, hal ini dipercaya sangat berhubungan erat dengan keharmonisan dan kesejahteraan anggota keluarga lain yang ditinggalkan.
Ceng beng adalah sebuah ritual bakti kepada para leluhur yang telah turun-temurun selama ribuan tahun. Di dalamnya, terdapat sejuta makna dan nilai ritual, spiritual, moral dan keluhuran budi. Seluruh sanak-saudara dari berbagai belahan lokasi, yang dipisahkan oleh ribuan mil geografi, berkumpul, bersujud, tafakur, berdoa dan bersyukur atas jasa para leluhur yang telah membuat mereka berhasil menelusuri dan menapaki jalan kehidupan seperti saat ini.
Di lahan perkuburan itulah, reuni dan nostalgia keluarga dan sanak-keluarga dirayakan. Ketegangan direnggangkan, kekakuan dicairkan dan perselisihan diselesaikan. Masalah besar dikecilkan, masalah kecil dihilangkan. Peringatan ini jauh melebihi perayaan Imlek dalam konteks kelengkapan anggota keluarga yang berkumpul.
Berkah Ceng Beng ini akan bermanfaat bagi sanak keluarga dan keturunan yang ditinggalkan, diberkahi umur panjang dan senantiasa bahagia, baik pada kehidupan saat ini maupun dimasa yang akan datang. (rom)